Polisi Harus Tindak Pelaku Eksekusi Ilegal Rumah yang Ditempati Purnawirawan TNI AL

JAKARTA, Indotimes.co.id – Polisi dalam hal ini Polres Tangerang Selatan (Tangsel) diminta proses hukum pelaku eksekusi paksa (illegal) rumah yang ditempati Purnawirawan Perwira Tinggi (Pati) TNI Angkatan Laut, Dipo Raharjo (76 tahun) yang terletak di Jalan Sumatra C.1/16 Villa Bintaro Regency Kelurahan Pondok Kacang Timur, Kecamatan Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten.

Para pelaku yang berjumlah 12 orang melakukan eksekusi secara melawan hukum atas rumah tersebut dipimpin oleh Drs. Sopar Jefry Napitupulu, Rabu, 29 Maret 2023. Sopar Jefry Napitupulu yang mengaku bergelar sarjana hukum (SH) (padahal tidak benar) ini mengaku mendapat kuasa SF.

“Kami telah melaporkan Drs.Sopar Jefry Napitupulu dkk dan saudari SF ke Polres Tangerang Selatan dengan dugaan para terlapor melanggar Pasal 370, 335 dan atau 362 KUHP dengan ancaman hukuman lima tahun lebih,” kata Kuasa Hukum FR, DR. Siprianus Edi Hardum, S.H.,M.H, yang didampingi Kuasa Hukum FR lainnya, Dominikuas Darus, S.H. kepada media seusai melaporkan kasus tersebut di Polres Tangsel, Kamis (30/3/2023).
Bukti Laporan telah diterima Polres Tangerang Selatan adalah Nomor TBL/B/617/III/2023/SPKT/Polres Tangerang Selatan/Polda Metro Jaya, Kamis, tanggal 30 Maret 2023.
FR merupakan anak kandung dari Pernawirawan TNI Angkatan Laut, Dipo Raharjo. Rumah tersebut merupakan objek sengketa antara FR versus saudari SF.

FR tengah melakukan gugatan perdata perbuatan melawan hukum terhadap SF dkk di Pengadilan Negeri Tangerang atas sengketa rumah tersebut. “Sidang pertama atas gugatan tersebut baru akan mulai awal April 2023 ini, namun pihak SF melakukan eksekusi. Eksekusi liar pula. Ini kan sama sekali melanggar hukum,” tegas Dr.Edi Hardum dari kantor Hukum “Edi Hardum and Partners” ini.

Edi Hardum mengatakan, eksekusi tanpa melalui penetapan pengadilan merupakan tindakan main hakim sendiri dan jelas melanggar hukum. Oleh karena itu, polisi harus melindungi siapa pun yang menjadi korban eksekusi tanpa melalui proses di pengadilan ini. “Polisi jangan biarkan masyarakat main hakim sendiri,” tegas Edi.

Dominikus Darus mengatakan, pada Rabu (29/3/2023) malam, ia bersama Edi Hardum serta klien mereka FR mendatangi Polres Tangsel untuk melaporkan kejadian tersebut serta meminta perlindungan hukum. Atas laporan tersebut sejumlah polisi dari Polres Tangsel mendatangi rumah tersebut.

Pada Rabu (29/3/2023) malam itu, pihak polisi meminta agar Drs. Sopar Jefry Napitupulu dkk meninggalkan rumah tersebut serta tidak boleh menempatkan orangnya di rumah itu sampai keputusan pengadilan yang tetap serta atas eksekusi dari pengadilan. “Kami meminta siapa pun tidak boleh main hakim sendiri, tidak boleh melakukan eksekusi sepihak selain eksekusi yang ditetap pengadilan,” kata seorang komandan polisi Rabu malam.

Dominikus mengatakan, pada Rabu (29/3/2023), Sopar Jefry Napitupulu dkk memaksa masuk ke rumah tersebut. Mereka mengeluarkan hampir semua isi rumah seperti kasur, tempat tidur, dll. Akibat tindakan Sopar dkk, FR bersama orangtuanya mengalami kerugian sekitar Rp 500 juta.

Sopar dkk merusak pintu depan rumah itu. Mereka tidak mengindahkan penolakan dari orang mendiami rumah itu yakni Laksama Muda (Pernawirawan) TNI Angkatan Laut, Dipo Raharjo (76 tahun) dan istrinya serta cucu mereka.

Tindakan semena-mena Sopar Jefry Napitupulu dkk sedikit direm ketika Dominikus Darus dan Edi Hardum mendatangi rumah itu. Namun, saat itu Sopar Jefry Napitupulu dkk berusaha mendorong keluar FR dari rumah itu, namun dicegah Edi Hardum dan Dominikus Darus. “Saudara Sopar ini sama sekali berbicara dan bertindak melanggar hukum. Ya ia sepertinya sengaja dipakai untuk melakukan eksekusi liar. Padahal kami ingin bertemu kuasa hukumnya SF. Saya yakin mereka takut ke lapangan karena mereka tahu bahwa eksekusi itu liar,” tegas Edi Hardum.

Edi Hardum meminta Kapolri agar memitor Kapolres Tangsel dalam mengusut kasus ini serta memberikan perlindungan hukum di rumah tersebut. “Kami tidak memastikan klien kami benar secara perdata karena kebenaran itu akan pasti setelah Pengadilan memutuskannya. Oleh karena itu, eksekusi di luar ketentuan peradilan ya harus dihukum,” kata Dominikus.