PSSI Tunjuk Mochizuki Satoru Tagangi Timnas Putri Indonesia

JAKARTA, Indotimes.co.id – PSSI secara resmi memperkenalkan Mochizuki Satoru, sebagai pelatih timnas putri Indonesia yang baru. Pelatih asal Jepang yang mendapatkan lisensi kepelatihan dari JFA sejak tahun 2005 ini, memiliki rekam jejak yang menjanjikan selama menukangi timnas putri Jepang.

Pengumuman resmi Satoru sebagi pelatih timnas wanita Indonesia disampaikan Ketua Umum PSSI Erick Thohir, daam keterangan resmi sesuai penandatangan kontrak antara PSSI dengan Satoru Mochizuki, di Jakarta, Selasa (20/2).

“Penunjukan ini agar sepakbola putri kita juga bangkit, dan membuktikan bahwa kami di PSSI tidak hanya fokus di putra saja. Mengapa langsung timnas? Karena saat ini, timnas putri kita punya pemain-pemain yang secara kualitas baik, dengan ada beberapa main di liga luar negeri. Jadi momentumnya lagi bagus dan harus kita manfaatkan,” kata Erick Thohir.

Karier kepelatihan Satoru sudah dimulai sejak 1998 di mana ia menangani klub J-League Kyoto Sanga FC. Pada tahun 2000 Satoru kemudian pindah ke klub rival Vissel Kobe. Setelah memiliki pengalaman bersama klub, ia melanjutkan kariernya bersama timnas muda Jepang di mana pada tahun 2005 ia menangani timnas Jepang U-16.

Baca Juga:  Menpora Optimis Pembangunan Sumut Sport Center Rampung Juli 2024

Pada tahun 2008 ia ikut menangani timnas putri Jepang dan berhasil membawa timnya lolos di empat besar Olimpiade Beijing 2008. Tak berhenti di sana, Satoru melanjutkan kesuksesannya bersama timnas putri Jepang dengan menjadi staf pelatih bagi Norio Sasaki untuk membawa negaranya juara di Piala Dunia Wanita di Jerman pada 2011, dan meraih medali perak pada Olimpiade London pada 2012.

Menurut Erick, rekam jejak gemilang yang dimiliki Satoru ini yang diharapkan bisa membawa timnas putri Indonesia mampu sukses di ajang internasional. Langkah ini juga menunjukkan komitmen Erick untuk mengembangkan sepak bola wanita di Indonesia, agar meraih prestasi yang terbaik kedepannya.

“Pelatih Satoru yang dipilih untuk tangani timnas putri ini, punya track record bagus dan mumpuni untuk memajukan sepak bola putri di Tanah Air. Saya pilih Jepang karena tradisi sepakbola putri Jepang sangat kuat. Juara dunia sekali, dan sembilan kali lolos terus ke putaran final Piala Dunia putri sejak 1991,” jelas Erick yang menambahkan kehadiran coach Satoru menjadi bagian dari kerja sama PSSI dengan Asosiasi Sepak Bola Jepang (JFA) yang diresmikan pada Mei 2023.

Baca Juga:  Lewati Prokes Ketat, Fadli Akhirnya Jalani Latihan Perdana

Satoru yang dikontrak untuk masa dua tahun itu merupakan mantan midfielder timnas Jepang di tahun 1988-1989. Pelatih yang kini berusia 59 tahun itu pernah memperkuat klub liga 1 Japan Soccer League, Urawa Reds dan Kyoto Purple Sanga, serta klub divisi dua, Nippon Kokan di awal karier sepak bolanya.

Erick menjelaskan sepak bola wanita Indonesia tengah berada di momentum positif untuk makin ditingkatkan prestasi dan kualitasnya. Keberadaan beberapa pesepak bola putri yang bermain di luar negeri dan persaingan sepak bola wanita di Asia Tenggara serta Asia yang masih kompetitif membuat peluang timnas wanita dapat mencetak prestasi, seperti halnya timnas putra, terbuka lebar.

Saat ini, sejumlah pemain timnas putri Indonesia tengah meniti karier di luar negeri. Mereka terdiri dari Helsya Maeisyaroh, Sheva Imut, Shafira Ika yang memperkuat klub tier 4 Jepang, FC Ryukyu Ladies. Kemudian ada pula Fani Supriyanto yang membela klub divisi satu Liga Putri Arab Saudi, Al Hammah.

Baca Juga:  Munas PP Pelti, Modal Awal Calon Ketua Umum

Timnas putri Indonesia terakhir mencetak prestasi lolos ke Piala Asia Wanita 2022. Namun, Safira Ika Puteri cs, gagal ke fase gugur. Meski saat ini PSSI fokus pada timnas putri, namun Erick menyatakan tidak melupakan sisi pembinaan. Untuk mendukung kompetisi atau liga sebagai kunci pembinaan, PSSI tengah menyusun cetak biru kompetisi wanita dari usia muda, sebelum menggulirkan Liga 1.

“Salah satunya, akhir bulan ini akan digelar turnamen putri usia muda U10 dan U14. Ini awal karena harus dimulai dari usia 9, 12, 14, yang menandakan pembinaan dari bawah. Lalu dibuat zona-zona yang diikuti klub, sehingga baru bisa dijadikan liga. Turnamen-turnamen muda ini bisa menyalurkan kompetisi dan menampung bakat sepakbola wanita kita,” tandas Erick.