Kasus Dugaan Suap Hakim MK, KPK Periksa Dirut PT Pertani

JAKARTA, Indotimes.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direktur Utama PT Pertani Wahyu sebagai saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap terkait permohonan uji materi perkara di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Patrialis Akbar,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah seperti dikutip Antaranews di Jakarta, Rabu (15/3/2017).

Selain Wahyu, KPK juga dijadwalkan memeriksa Sekretaris Hakim Konstitusi Surya Gilang Romadlon dan dua orang dari pihak swasta, yaitu Dadan Rahmat dan Rini Priyantari juga sebagai saksi untuk tersangka Patrialis Akbar dalam kasus yang sama.

Sebelumnya, KPK pada Senin (13/3) memeriksa Sekretaris Patrialis Akbar atau Staf Mahkamah Konstitusi (MK) Prana Patrayoga Adiputra sebagai saksi untuk tersangka Basuki Hariman dalam perkara tersebut.

Menurut Febri, KPK dari waktu ke waktu terus memperkuat dan makin mensolidkan bukti terkait indikasi suap tersebut.

Terkait saksi Prana yang sudah dipanggil berkali-kali oleh KPK, ia menyatakan bahwa yang bersangkutan memang masih dibutuhkan informasinya untuk memperdalam rangkaian peristiwa itu dengan lebih rinci sehingga bisa didapatkan kronologis yang lebih detil yang bisa kami sampaikan lebih lanjut pada saat dakwaan dibacakan.

“Agar hakim dan juga publik tentu saja yang akan mendengarkan dakwaan itu bisa memahami konstruksi dakwaan secara lebih rinci dan proses persidangannya bisa berjalan lebih detil. Kami masih mendalami tentu saja karena saksi cukup dekat dengan tersangka Patrialis Akbar dalam hubungan pekerjaan sehari-hari,” ujar Febri.

Patrialis ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama CV Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman agar permohonan uji materil Perkara No 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 Peternakan Dan Kesehatan Hewan agar dikabulkan MK.

Perkara No 129/PUU-XIII/2015 itu sendiri diajukan oleh enam pemohon yaitu Teguh Boediayana, Mangku Sitepu, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Gun Gun Muhammad Lutfhi Nugraha, Asnawi dan Rachmat Pambudi yang merasa dirugikan akibat pemberlakuan zona “base” di Indonesia karena pemberlakuan zona itu mengancam kesehatan ternak, menjadikan sangat bebasnya importasi daging segar yang akan mendesak usaha peternakan sapi lokal, serta tidak tersedianya daging dan susu segar sehat yang selama ini telah dinikmati.

UU itu mengatur bahwa impor daging bisa dilakukan dari negara Zone Based, dimana impor bisa dilakukan dari negara yang sebenarnya masuk dalam zona merah (berbahaya) hewan ternak bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), termasuk sapi dari India.

Hal itu berbeda dengan aturan sebelumnya, yakni country based yang hanya membuka impor dari negara-negara yang sudah terbebas dari PMK seperti Australia dan Selandia Baru. Australia adalah negara asal sapi impor CV Sumber Laut Perkasa. (vin)