JAKARTA, Indotimes.co.id – Menjelang gelaran akbar Asian Games ke-18 di Jakarta dan Palembang, Agustus mendatang, Usaha Kecil Menengah (UKM) pun tak ketinggalan ikut memeriahkannya. INASGOC sebagai pelaksana ajang ini, membagi keikutsertaaan UKM di Asian Games dalam dua bagian, yaitu yang berhak menggunakan lisensi Asian Games, dan yang tidak berhak.
INASGOC juga menyediakan lapak-lapak jualan bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) selama penyelenggaraan pesta multi-cabang olahraga tertinggi di Asia itu. “Pelaku UKM dapat berjualan selama Asian Games di area ring tiga yaitu sepanjang jalan di sekitar komplek Gelora Bung Karno, Senayan,” kata Direktur Pendapatan, Pemasaran, dan Penjualan INASGOC Hasani Abdulgani di Jakarta, Rabu (30/5).
INASGOC mengimbau para pelaku UKM di Indonesia untuk tidak menggunakan segala hak cipta intelektual Asian Games seperti logo, maskot, kata Asian Games, bahkan warna-warna yang mengasosiasikan kejuaraan olahraga itu dalam produk maupun jasa mereka.
“Pelaku UKM dapat datang ke kami dan bekerja sama. Bentuk kerja sama itu beraneka ragam. Jika mereka memang ingin menggunakan lisensi Asian Games, kami akan jaga kualitas barangnya,” tutur Hasani.
Namun, INASGOC juga tidak memaksakan pelaku UKM untuk mendapatkan lisensi Asian Games, karena emang harus memenuhi persyaratan tertentu.
Datang Sendiri
Adalah Du’ Anyam, sebuah social entrepreneurship yang mengusung peran sejumlah wirausaha muda dalam mengatasi masalah malnutrisi (kekurangan asupan gizi) yang diderita ibu dan anak yang di Kabupaten Flores NTT, mampu mendapatkan lisensi Asian Games.
Du’Anyam, menggandeng para ibu dan wanita di daerah NTT untuk menganyam daun lontar sebagai satu alternatif pendapatan tambahan.
“Kami ini sekumpukan anak muda gila yang tidak tahu malu, awalnya kami datang ke Smesco, namun tak banyak informasi yang kami dapat, kami nekad datang ke INASGOC untuk tanya ini dan itu bagaimana cara menrdapatkan lisensi Asian Games ” kata Azalea Ayuningtyas (27 th), Co-Founder dan CEO Du’Anyam.
Du ‘Anyam lalu diminta menyerahkan contoh produk, berikut perjalanan bisnis Du’Anyam selama ini. “Mungkin karena bisnis yang kami tekuni ini, eco friendly dan go green, serta memberi manfaat bagi masyarakat sekitar khususnya kaum perempuan dan anak, maka Du Anyam lolos menjadi lisensi produk-produk Asian Games,” kata Ayu.
Menanggapi hal ini, Samuel Watimena, desainer yang banyak terlibat di Smesco Indonesia mengatakan, apa yang dilakukan Du Anyam ini sangatlah menarik dan diharapkan bisa membuat isntansi pemerintah bagun untuk lebih aktif dalam mengembangkan UKM.
“Saya kagum dengan apa yang dilakukan Du Anyam ini, bahkan Ayu ini lulusan pasca sarjana Harvard University rela balik ke Indonesia untuk menekuni bisnis kecil ini namun sarat dengan aspek sosial,” kata Sammy.
Keberanian pendiri Du Anyam yang langsung mendatangi INASGOC untuk bisa mendapatkan lisensi Asian games untuk produk-produk merchanidse, layak dijadikan teladan bahwa UKM harus proaktif dalam mengembangkan kepak bisnisnya.
Ayu menceritakan, anyaman adalah budaya khas di banyak daerah di Indonesia. Salah satunya di NTT. Ibu-ibu cukup trampil karena ini warisan budaya. Sedangkan untuk bahan baku yaitu daun lontar juga tesedia melimpah. Namun mereka tak memiliki akses pasar.
“Kami menggandeng para wanita di Flores ini yang selama ini menggantungkan kehidupannya dari menganyam daun lontar untuk sama-sama membangun bisnis,” ujarnya.
Lewat Du’Anyam, Ayu dan teman-temannya membantu ibu-ibu dan wanita di 20 desa di Flores untuk lebih banyak menghasilkan produk kerajinan anyaman dari daun lontar dengan tetap mempertahankan ciri khas desain tradisional.
Du’Anyam menghasilkan tas, sepatu, dan beragam suvenir serta produk kerajinan berbahan daun lontar lain. “Produk ini kami jual di beberapa resor, hotel, dan toko suvenir di Bali,” kata Ayu.
Uang hasil penjualan digunakan untuk memperbaiki dan memenuhi kebutuhan pangan sehat anak-anak dan para ibu.
“Tingginya angka malnutrisi di Flores disebabkan para orang tua tidak memiliki cukup uang untuk membeli makanan bergizi bagi kebutuhan sehari-hari anak dan mereka sendiri,” kata Ayu.
Dan bisnis Du’Anyam hadir untuk memenuhi itu. Ayu sadar betul, bisnis sosial yang sedang ia jalankan masih tergolong sangat kecil dan muda.
“Masih banyak tantangan yang harus saya dan teman-teman hadapi agar bisnis ini menjadi makin matang,” katanya.
Terutama, kata Ayu, dalam hal mencari investor untuk pendanaan. Du’Anyam membiayai aktivitasnya dari pendanaan jangka pendek dari hasil memenangkan berbagai kompetisi kewirausahaan sosial, seperti MIT Global Ideas Challenge 2014, UnLtd Indonesia Incubation profram 2014-2016, Global Social Venture Competition 2015, serta dana hibah dari Tanoto Foundation.