Jokowi Harus Tegas Terkait Keputusan di Sektor ESDM

JAKARTA, Indotimes.co.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus tegas dalam membuat keputusan di sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM) karena akan punya implikasi yang negatif dan dapat menganggu stabilitas politik, dosial dan ekonomi nasional.

Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono mengatakan, salah satunya dalam persoalan posisi Direktur Utama (Dirut) untuk Pertamina, Jokowi juga harus tegas dan tidak mudah di intervensi oleh para mafia migas yang sudah pada terungkap setelah Petral yang jadi sarang mafia impor crude oil dan BBM dibubarkan.

“Dimana ada sebuah gerakan yang disponsori oleh mafia impor minyak berintial MR, GY yang coba-coba melalui seorang menteri kabinet kerja yang ingin memulai kembali praktek mafia impor minyak, dengan mendorong calon Dirut Pertamina yang mudah diatur dan jadi kaki tangan para mafia,” kata Arief Poyuono di Jakarta, Selasa (28/2/2017).

Baca Juga:  OSS Permudah Perizinan Usaha Koperasi

Menurut dia, calon Dirut tersebut memang dari legacy Pertamina yang masih aktif, tapi kinerja dan prestasinya di Pertamina belum mumpuni untuk posisi orang nomor satu di Pertamina.

“Jadi, Kalau Pertamina terus ‘dikuyo-kuyo’ dan bukan  dipimpin oleh Dirut yang mengerti tentang alur bisnis dan transformasi Pertamina serta sudah teruji, punya prestasi bagusn dan berani menolak intervensi gerombolan mafia impor minyak, maka jangan harap semua program Pak Joko Widodo untuk menciptakan ketahanan  energi akan terealisasi,” ujarnya.

Justru, kata dia, yang ada mafia migas yang tersangkut “papa minta saham Freeport” serta pengemplang pajak GY come back ngerampok negara lewat Pertamina.

Freeport

Di samping itu, Arief Poyuono menyinggung persoalan Kontrak Karya Freeport yang tidak diperpanjang pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, memperpanjang pelaksanaan ekspor konsentrat dengan sejumlah syarat, yakni pemegang KK harus beralih operasi menjadi perusahaan IUP (Izin Usaha Pertambangan) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) serta membuat pernyataan kesediaan membangun smelter dalam jangka waktu lima tahun. Syarat lain adalah kewajiban divestasi hingga 51 persen.

Baca Juga:  SCG Berikan Beasiswa Kepada 410 Pelajar

“Pak Joko Widodo juga harus hati-hati dan jangan mau diadu adu sama Amerika Serikat karena akan berakibat fatal bagi perekonomian dan politik lokal Papua dan nasional yang bisa mengarah pada ancaman disintegrasi dan pengulingan Pak Joko Widodo-JK,” kata dia.

Sebab menurut dia, Pemerintah Amerika Serikat itu sangat memproteksi perusahanan multinasionalnya yang berinvestasi di luar Amerika Serikat. “Hal ini akan berdampak pada hubungan Indonesia dan AS,” kata dia.

Oleh karena itu, dia mengingatkan agar Pak Joko Widodo harus cerdas karena sepertinya group penganggu Freeport dan berusaha mengacaukan investasi Freeport hampir sama dengan group “Papa Minta saham Freeport”.

Ini ingin memojokan Pak Joko Widodo untuk diadu domba dengan pemerintah Amerika Serikat serta mendiskreditkan Pak Joko Widodo di mata investor luar negeri terkait tidak adanya jaminan investasi yang panjang di Indonesia selama era Joko Widodo

Baca Juga:  PLN Bantu Perahu Listrik, Nelayan Raja Ampat Papua Tak Lagi Pusing Biaya BBM

“Jadi kan aneh juga kenapa Gas Tangguh yang dijual murah ke China,  kok juga tidak dipermasalahkan oleh Menteri ESDM untuk dilakukan rekontrak karena sangat rugi Indonesia memberikan pengelolaan gas,” katanya. (chr)