Kemenkop Cegah Koperasi Jadi Wadah Pencucian Uang

JAKARTA, Indotimes.co.id – Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM Suparno menegaskan, Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 06/PER/M.KUKM/V/2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam, bertujuan untuk mencegah dan melindungi koperasi dari tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.

“Ini karena disebabkan modus kejahatan di industri jasa keuangan dan koperasi semakin beragam seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi,” kata Suparno pada acara sosialisasi bertema Pencegahan dan penindakan investasi ilegal tindak pidana pencucian uang dan pendanaan teroris bagi koperasi, di Jakarta, Senin (11/9).

Di acara yang dihadiri Ketua Bimbingan Pihak Pelapor PPATK Hendri Hanafi, Ketua Tim Waspada Investasi OJK Tongam Lumban Tobing, dan para pengurus KSP, Suparno menambahkan, Permenkop itu memiliki ruang lingkup meliputi pengawasan aktif pengurus, pengelola dan pengawas, kebijakan dan prosedur, pengendalian internal sistem informasi dan pelaporan, dan SDM serta peningkatan kapasitas bagi koperasi.

Baca Juga:  Dorong Transformasi Ekonomi Berbasis Keanekaragaman Hayati,Koalisi Ekonomi Membumi Perkenalkan Diri pada Acara Katadata SAFE 2024

“Dalam pelaksanaannya, regulasi baru ini dilakukan secara berjenjang sesuai dengan cakupan wilayah keanggotaan koperasi,” kata Suparno.

Dimana Deputi Pengawasan akan mengawasi koperasi dengan wilayah keanggotaan lintas provinsi, untuk wilayah keanggotaan lintas kabupaten/kota dalam satu provinsi pengawasan akan dilakukan oleh Gubernur, sedangkan koperasi yang keanggotaannya hanya dalam satu wilayah kabupaten/kota pengawasannya akan dilakukan oleh Bupati/Walikota.

Sebagai anggota komite TPPU, lanjut Suparno, Kemenkop dan UKM bertanggungjawab turut serta menjaga nama Republik Indonesia untuk memenuhi rekomendasi yang disampaikan oleh Financial Action Task Force (FATF).

“Untuk itu, kami sudah melakukan beberapa upaya. Diantaranya, penandatanganan MoU pencegahan pencucian uang dengan PPATK pada 17 Oktober 2016, kerjasama pelatihan dengan PPATK di beberapa daerah bagi koperasi yang mempunyai kegiatan usaha simpan pinjam,” kata Suparno.

Selain itu, juga telah disiapkan beberapa koperasi yang telah dilatih oleh Kemenkop dan UKM dan PPATK dalam rangka persiapan kunjungan dari Tim FATF.

Baca Juga:  DPR Dukung BNI Ekspansi ke Luar Negeri

“Kita juga telah melakukan kegiatan sosialisasi Permenkop ini  di tiga tempat, yaitu Jambi, Tasikmalaya, dan Jember,” ujar Suparno.

Di samping itu, kata Suparno, untuk melindungi KSP, Kemenkop dan UKM sudah menjalin kerja sama pemberantasan investasi bodong dalam Satuan Tugas Waspada Investasi.

Satgas ini beranggotakan OJK, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappepti), Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Bareskrim Mabes Polri, Kejaksaan Agung, Kemenkop dan UKM, Kominfo, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

“Satgas ini pula yang nantinya akan dimaksimalkan memberantas koperasi yang jadi wadah pencucian uang. Selain Satgas di pusat, pengawasan  pencegahan pencucian uang juga akan dilakukan di daerah-daerah dengan pembentukan Satgas Pengawasan Koperasi  di provinsi dan kabupaten/kota,” kata Suparno.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Bimbingan Pihak Pelapor PPATK Hendri Hanafi menjelaskan bahwa modus pencucian uang di bank dan koperasi nyaris tidak berbeda. Hanya saja, karena di bank sudah terintegrasi secara IT maka lebih mudah memantaunya.

Baca Juga:  Gandeng Bareskrim dan BIN, Kemenkop Perangi Investasi Bodong Berkedok Koperasi

Sedangkan di koperasi, banyak yang belum menerapkan IT, sehingga mempersulit pelacakan.

“Oleh karena itu, PPATK akan terus mengedukasi pelaku usaha koperasi agar jangan mau dijadikan sebagai alat atau wadah pencucian uang”, kata Hendri.

Sedangkan Ketua Tim Waspada Investasi OJK Tongam Lumban Tobing mengatakan, untuk mencegah koperasi masuk dalam kategori investasi bodong dan pencucian uang, ada tiga hal yang harus diperhatikan.

Pertama, legalitas koperasi dimana koperasi harus memiliki ijin usaha sesuai dengan bidang usahanya. Misalnya, KSP atau unit simpan pinjam.

Kedua, harus sesuai dengan prinsip-prinsip koperasi berdasarkan hasil keputusan RAT. Jadi, tidak boleh ada usaha lain di luar keputusan RAT.

“Ketiga, koperasi harus fokus untuk kesejahteraan anggotanya, jangan ke luar dari fokus ke anggota,” katanya.