YOGYAKARTA, Indotimes.co.id – Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) Ahmad Zabadi mengatakan, pihaknya berupaya agar lebih banyak koperasi di menggarap sektor riil dan produktif di samping usaha simpan pinjam yang selama ini dominan menjadi bisnis utama bagi banyak koperasi di Tanah Air.

“Kalau dulu koperasi itu lebih banyak bergerak di usaha simpan pinjam, sekarang ini harus mulai berubah untuk menguatkan ekosistem sektor riil. Kami di Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) telah melakukan exercise di sektor riil ini dan hasilnya bagus,” kata Ahmad Zabadi dalam acara Seminar bertema Transformasi Koperasi Untuk Konsolidasi, Akselerasi, dan Ekskalasi Usaha Mikro Kecil di Yogyakarta, Jumat (26/7).

Menurut Zabadi, jumlah koperasi di Indonesia berdasarkan data ODS (Online Data System) tahun 2022 mencapai 130.354 unit. Untuk jumlah anggota sebanyak 29,45 juta orang dengan total volume usaha mencapai Rp197,8 triliun dan aset Rp281 triliun.

Berdasarkan jenisnya, koperasi mendominasi sebanyak 54,70 persen dan koperasi produsen sebanyak 20,68 persen. Sementara jumlah koperasi simpan pinjam (KSP) 14,34 persen. Adapun sisanya merupakan koperasi jasa dan pemasaran.

Baca Juga:  Kemenkop UKM Tegaskan Urgensi APEX untuk Jaga Likuiditas KSP

Ahmad Zabadi mengatakan, besarnya jumlah dan volume usaha dari koperasi ini masih berpotensi untuk ditingkatkan dan dikembangkan melalui transformasi model bisnis koperasi. Salah satu caranya dengan mendorong koperasi untuk membangun ekosistem usaha di sektor riil.

Dia mencontohkan beberapa transformasi usaha koperasi di sektor riil seperti yang dilakukan oleh Koperasi (Kopontren) Al-Ittifaq di Ciwidey, Bandung, Jawa Barat, yang sukses mengelola usaha pertanian. Hasil panen dari petani diserap dengan harga yang layak oleh koperasi dan kemudian dipasarkan ke supermarket atau .

Kopontren ini juga secara aktif mengatur sistem tanam yang dilakukan oleh para petani dengan mengikuti permintaan pasar. Dengan begitu tidak ada hasil panen yang terbuang sia-sia, sementara dari sisi harga jual produk pertanian juga tetap kompetitif.

“Koperasi pertanian holtikultura ini dikelola dengan berbasis inovasi dan teknologi sehingga dapat meningkatkan produktivitas dari para petani,” kata Zabadi.

Baca Juga:  4 Tahun Kinerja Sektor KUKM Menumbuhkan Kewirausahaan yang Berdaya Saing

Contoh lain yang menjadi salah satu program transformasi koperasi adalah hilirisasi produk . Selama ini petani sawit hanya mendapatkan nilai tambah dalam bentuk tandan buah segar, namun KemenKopUKM mendorong koperasi untuk mulai mengolahnya menjadi minyak makan merah dimana pabrik pertama telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo di Deli Serdang Maret 2024.

“Saat ini kita telah berhasil mengembangkan produk minyak makan merah yang diproduksi oleh pabrik-pabrik milik koperasi,” ujarnya.

Beberapa contoh sukses transformasi koperasi tersebut menjadi bukti bahwa koperasi mampu berkembang. Sayangnya fakta yang terjadi saat ini, jumlah koperasi di sektor riil masih sangat terbatas, padahal untuk meningkatkan kontribusi terhadap perekonomian nasional porsinya perlu diperluas.

“Kalau kita mengacu kondisi global, maka arah transformasi koperasi mendatang adalah ke sektor pertanian, , kehutanan, perkebunan, perikanan atau yang secara umum disebut sebagai agromaritim,” kata Zabadi.

Saat ini terdapat 300 Koperasi Besar Dunia yang dirilis World Cooperative Monitor (WCM) salah satunya adalah Koperasi Nong Hyup Selatan yang menjadi raksasa pertanian beromzet 61,17 miliar dolar AS. Kemudian Zen Noh di Jepang dengan omset 38,91 miliar dolar AS. Lalu Fonterra di Selandia Baru yang memasok hampir 30 persen susu ke pasar susu dunia.

Baca Juga:  Bersertifikat Internasional, Produksi Gula Semut Hariang Lebak Jadi Rujukan Pengrajin di Berbagai Daerah

“Jadi ke depan koperasi atau usaha simpan pinjam akan kami tata dan perkuat tata kelola serta pengawasannya agar terarah ke sektor produksi,” ungkapnya.

Dia menambahkan, misi untuk membawa koperasi di Indonesia maju dan berkembang secara modern serta lebih dominan bergerak di sektor riil, maka diperlukan dukungan regulasi yang proaktif. Untuk itu KemenKopUKM sedang berupaya maksimal untuk mendorong revisi UU Perkoperasian agar segera disahkan.

“Agenda terpenting dalam penataan usaha simpan pinjam adalah penguatan ekosistem kelembagaan melalui dua pilar yaitu lembaga KSP dan lembaga penjaminan simpanan KSP. Hal itu hanya dapat dilakukan melalui revisi UU Perkoperasian,” ungkap Zabadi.