JAKARTA, Indotimes.co.id – Panitia Kerja (Panja) Transisi Energi ke Listrik Komisi VI mendukung upaya PT PLN (Persero) menjalankan roadmap transisi energi dengan meningkatkan kapasitas . PLN tengah menjalankan RUPTL paling hijau dengan porsi (EBT) sebesar 20,9 GW atau 52% dari total keseluruhan pembangkit hingga tahun 2030.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI selaku pimpinan Rapat Dengar Pendapat (RDP), Muhammad Sarmuji memberikan apresiasi atas langkah PLN yang telah berhasil menurunkan karbon. Dirinya menyampaikan akan terus mendukung PLN untuk melakukan transisi energi demi mencapai net zero emission di tahun 2060.

”Panja Transisi Energi ke Listrik Komisi VI DPR RI mendukung PT PLN (Persero) dalam menciptakan ekosistem transisi energi menuju energi yang lebih ramah lingkungan,” ujar Sarmuji saat memimpin RDP dengan Direksi PLN, Rabu (12/7).

Baca Juga:  Masuk Radar KPK, Proyek Mangkrak PLN Dibidik

Senada, Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyebutkan transisi energi yang sedang dilakukan PLN harus didorong. Menurutnya, upaya PLN dalam menjalankan RUPTL terhijau sepanjang sejarah sudah on track dengan tujuan negara.

“Ini adalah sebuah upaya untuk menuju kepada green energy. Saya juga memberikan apresiasi untuk niat baik dan keinginan ini karena sesungguhnya Indonesia negara yang kaya akan sumber energi primer yang berbasiskan pada alam,” kata Herman.

Direktur Utama PLN mengatakan PLN telah melakukan extraordinary effort melalui RUPTL paling hijau, salah satunya dengan menggencarkan upaya dekarbonisasi pembangkit listrik berbasis bahan bakar fosil dan pengembangan EBT.

“Dalam upaya transisi energi, PLN telah menekankan upaya dekarbonisasi pembangkit listrik, melakukan pembatalan 13,3 GW PLTU baru yang sebelumnya direncanakan dalam RUPTL, mengganti 1,1 GW PLTU dengan EBT dan 800 MW PLTU dengan pembangkit gas,” papar Darmawan.

Baca Juga:  Bernilai Ekonomis, Sebanyak 8.517 Ton FABA PLTU Holtekamp Berhasil Dimanfaatkan Masyarakat Papua

Darmawan menjelaskan sampai dengan tahun 2023, PLN telah berhasil mengurangi sekitar 50 juta ton CO2, dari Business as Usual sebesar 334 juta ton CO2 menjadi 284 juta ton CO2.

“Selain pembatalan pembangunan pembangkit PLTU baru, PLN juga mengimplementasikan co-firing di 37 PLTU existing, yaitu dengan penggunaan biomassa yang dibuat dari wood pellet atau sampah sebagai bahan bakar pendamping batu bara. Teknologi ini mampu mengurangi emisi karbon hingga 1,2 juta ton CO2,” ujar Darmawan.

Selain itu pengurangan emisi juga didapatkan dari peningkatan efisiensi jaringan transmisi dan pembangkit. Upaya ini mampu mengurangi emisi sebesar 10 juta ton CO2.

“PLN mengganti PLTU subcritical dengan teknologi supercritical dan ultra-supercritical sehingga berhasil menurunkan emisi sebesar 15,4 juta ton emisi CO2. Kami juga memanfaatkan gas buang dari PLTGU combined cycle untuk menghasilkan listrik tambahan, teknologi ini mampu mengurangi 7 juta ton CO2,” ujar Darmawan.

Baca Juga:  April 2023, Transaksi BNI Mobile Banking Catat Peningkatan Signifikan

PLN juga menambahkan 4 GW kapasitas EBT sampai dengan tahun 2023. Upaya ini mengurangi 16,2 juta ton CO2.

Darmawan menjelaskan dalam rangka memperoleh dukungan asistensi teknis dan finansial dari pihak internasional pada skenario transisi energi yang telah disusun, PLN juga melakukan penandatanganan dengan International Energy Agency (IEA), diikuti dengan FGD antara PLN, IEA, dan Asian Development (ADB) pada 18 April 2023 di Paris, Perancis.

“MoU antara PLN dengan IEA bertujuan untuk mengakselerasi transisi energi sektor ketenagalistrikan di Indonesia dengan melakukan kajian pendalaman perencanaan sistem tenaga listrik hingga tahun 2030 dan 2040 secara end to end. Mulai dari perluasan dan penguatan sistem jaringan atau transmisi, , hingga program capacity building,” ungkap Darmawan.  (A Choir)