JAKARTA, Indotimes.co.id – Anggota Komisi VII DPR RI yang membidangi energi, riset, teknologi dan lingkungan hidup Rofik Hananto mendukung Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) PetroChina International Jabung Ltd (PCJL) untuk memaksimalkan program eksplorasi dan pengembangan blok Jabung yang kontraknya baru diperpanjang pada 2023 ini maupun blok minyak dan bumi (migas) yang dikelola oleh KKKS lainnya yang sudah lama beroperasi di Tanah Air.
Meski tantangan yang dihadapi KKKS dalam pengelolaan hulu migas nasional tidak mudah, namun Rofik Hananto yakin selain aspek pendanaan dan penggunaan teknologi maju, dukungan kuat serta sinergi yang erat antarlembaga dan instansi terkait baik di tingkat pusat dan daerah juga memegang peranan sangat penting.
“Sekarang ini di daerah tidak ada masalah yang terlalu serius. Kalaupun ada masalah dan gejolak kecil di daerah maupun sekitar wilayah kerja itu adalah hal biasa. Jadi, investor dan KKKS tidak perlu ragu untuk memaksimalkan pengembangan lapangan migas agar ada peningkatan produksi migas yang lebih signifikan pada tahun ini,” kata Rofik Hananto menanggapi tantangan kinerja hulu migas nasional di tahun politik jelang Pemilu, di Jakarta, Rabu malam (23/8).
Menurut Rofik Hananto, perhelatan akbar lima tahunan seperti Pilpres, Pileg dan Pilkada bukanlah kendala dalam pengembangan operasi migas yang berjangka panjang. Apalagi investasi migas di Indonesia saat ini masih menarik karena peluang investasi terbuka lebar dan semua hambatan usaha sudah tidak ada lagi.
“Saya optimis blok Jabung yang dikelola oleh KKKS PetroChina di Jambi, ataupun blok Rokan di Riau dikelola oleh Pertamina Hulu dan blok Cepu di Jatim yang selama ini menjadi andalan kita akan meningkat produksinya. KKKS harus tetap fokus untuk memaksimalkan pengembangan lapangan migasnya agar diperoleh manfaat yang optimal untuk negara dan masyarakat,” ujar anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Meski demikian, Rofik Hanato menjelaskan, proses transformasi energi tidak terelakkan tapi dalam waktu cukup lama Indonesia masih akan tetap andalkan energi fosil. Oleh karena itu, pihaknya akan terus mendukung industri hulu migas berjuang untuk mengejar target satu juta BOPD dan 12 BSCFD gas pada 2030.
“Sekarang kondisi produksinya masih jauh dari yang ditetapkan, kita berharap KKKS memperkuat kinerja lebih keras lagi untuk mencapai target satu juta BOPD dan 12 miliar BSCFD ini. Sehingga ini tidak hanya bisa mencegah penurunan dari produksi minyak mentah kita, tetapi juga bisa mencapai target itu,” ungkap Rofik.
Untuk itu, penurunan produksi alamiah dan beberapa kendala teknis yang menghambat operasi di daerah tidak boleh terjadi. Dalam hal ini dia berharap jajaran kepala daerah dan pemangku kepentingan lainnya mampu menjaga iklim investasi di daerahnya masing-masing tetap menarik dan kondusif, serta siap menyambut masuknya investasi dari dalam negeri maupun asing (PMDN dan PMA).
Sementara itu, ekonom sekaligus Direktur Lembaga Kajian dan Pengembangan Ekonomi dan Masyarakat Ade Manggala Hardianto menilai, upaya pemerintah sudah cukup bagus untuk menarik investor diantaranya melalui beberapa program dan kebijakan yang dikeluarkan. Misalnya, kebijakan one door service policy.
Menurut dia, regulasi guna mendorong investasi hulu, salah satunya melalui melalui fleksibilitas kontrak yakni Cost Recovery PSC atau Gross Split PSC dan menawarkan terms and conditions penawaran wilayah kerja migas yang menarik bagi investor, perbaikan sistem perizinan, serta regulasi lainnya.
“Pemerintah juga memberikan keleluasaan bagi investor memilih rezim kontrak menggunakan gross split atau cost recovery. Lalu beberapa fiskal insentif juga sudah diberikan,” ujarnya.
Lebih jauh dia mengatakan, investasi yang dibutuhkan sektor hulu migas sangat besar, apalagi guna memenuhi target produksi satu juta BOPD dan 12 BSCFD pada 2030.
Senada dengan Rofik Hananto, Ade Mangga Hardianto mengingatkan pemerintah dan SKK Migas tetap fokus mendorong berbagai aspek lain untuk menjamin peningkatan produksi migas.
“Selain soal investasi, soal insentif fiskal dan non-fiskal, koordinasi antar kementerian, kebijakan satu pintu yang proaktif di pusat dan daerah maupun kepastian hukum sangat penting diperhatikan,” ucapnya.
Dia juga menyinggung beberapa perusahaan migas dunia yang hengkang dari Indonesia, seperti Chevron, Shell, Total, dan Conocophilips. Hal ini tentunya menjadi catatan dan bahan evaluasi bagi pemerintah mengenai iklim investasi bisnis hulu migas di Indonesia dan regulasi maupun peraturan terkait energi yang ada di daerah.
“Pada masa transisi menjelang pergantian kepemimpinan nasional dan kepala daerah seperti saat ini, stabilitas perekonomian dan iklim investasi harus terus terjaga. Tentunya, nuansa ketidakpastian di dunia bisnis tidak boleh terjadi. Sebaliknya, dukungan dan berbagai fasilitas bagi dunia usaha harus diberikan agar laju investasi terus meningkat. Sehingga, investor yang masuk dan beroperasi di daerah merasa aman dan nyaman,” ungkap Ade Manggala Hardianto.