SEMARANG, Indotimes.co.id – Kementerian Koperasi dan UKM mendorong koperasi di Indonesia untuk melakukan hilirisasi produk pertanian agar dapat mendongkrak pendapatan petani sekaligus meningkatkan ekonomi di pedesaan.
Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kemenkop dan UKM Victoria br Simanungkalit mengatakan, pengembangan hilirisasi (industrialisasi) pertanian tidak saja ditujukan untuk meningkatkan jumlah pasokan bahanpangan dan jenis produk pangan di pasar, tetapi juga untuk meningkatkan ekonomi di perdesaan.
Pada September 2017, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meluncurkan gagasan korporasi petani dengan tujuan agar para petani terlibat dan mendapat nilai tambah dari proses pengolahan hasil produksi pertaniannya.
Dimana petani harus mampu masuk ke industri, jangan lagi menjual produk mentah tapi harus mampu mengolah untuk memperoleh nilai tambah.
“Pemerintah sekarang sedang mendorong koperasi skala besar yang mampu kelola industri di perdesaan agar produk yang dijual itu berupa komoditi bernilai tambahbagi petani anggota koperasi,” katanya pada pembukaan kegiatan Temu Lapang Dalam Rangka Korporasi Petani Model Koperasi Rapat Koordinasi Jadwal Tanam/Panen di Semarang, Selasa (12/3).
Menurut Victoria, tantangan terbesar industri pengolahan adalah kontinuitas pasokan bahan baku. Kerap kali industri terhenti karena putusnya pasokan bahan baku karena berbeda kepentingan antara kepentingan industri untuk memperoleh harga bahan baku murah dengan kepentingan petani untuk memperoleh harga jual yang tinggi.
Namun menurut Victoria, permasalahan tetsebut dapat teratasi apabila industri dimiliki oleh petani karena keuntungan pabrik adalah juga keuntungan petani.
“Namun demikian akan sangat rumit apabila setiap individu petani langsung berperan sebagai shareholders dalam industri tersebut sehingga diperlukan lembaga koperasi yang akan berperan sebagai shareholders dimana koperasi sendiri adalah milik petani,” katanya.
PUSKUD Jateng, KUD Pringgodani dan KSU Citra Kinaraya (Kab. Demak), serta KUD Bayan (Kab. Purworejo) menyambut gagasan tersebut dan bersama-sama menggagas proyek pendirian pabrik beras modern 100 persen milik petani yang nantinya akan menghasilkan beras kualitas premium dan juga specialty.
Pabrik beras tersebut rencananya akan didirikan di wilayah Kabupaten Sragen dengan nilai investasi sebesar Rp40 miliar dan berkapasitas produksi 120 ton gabah (input) per hari yang bahan bakunya akan dipasok dari Kabupaten Demak, Kabupaten Purworejo, dan Kabupateb Sragen.
Keempat entitas koperasi tersebut mendapat pendampingan dari Agriterra selak ukonsultan bisnis.
Agriterra adalah NGO asal Belanda yang pada November 2018 lalu menandatangani Memorandum Saling Pengertian (MSP) dengan Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia tentang Pengembangan Korporasi Petani Model Koperasi untuk Hilirisasi/Industrialisasi Sektor Pertanian.
Pada Januari 2019, tim pendirian pabrik beras modern 100 persen milik petani telah melakukan audiensi kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, dan mendapat tanggapan sangat baik.
Koperasi selaku lembaga usaha dapat memasok kebutuhan bahan baku dan sarana produksi untuk melayani kebutuhan budidaya petani anggota koperasi sehingga dapat melakukannya secara efisien.
Koperasi juga dapat mengolah dan memasarkan hasil pertanian anggota koperasi dalam skala usaha yang lebih besar (skala ekonomi).
Dia menambahkan, koperasi perlu pengelolaan bisnis dan manajemen secara professional sehingga mampu beradaptasi dengan perubahan sistem bisnis global yang sangat cepat dan turbulensi.