NUNUKAN, Indotimes.co.id – Pada hari kedua kunjungan kerja ke Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Anggota OASE (Organisasi Aksi Solidaritas Era) Kabinet Kerja, Bintang Puspayoga menyempatkan diri mengunjungi pusat produksi garam gunung yang terletak di Long Midang, salah satu desa di Kabupaten Nunukan yang berbatasan langsung dengan Serawak, Malaysia.
Turut dalam kunjungan tersebut, yakni Ketua Dekranasda Kaltara Rita Ratina Irianto, Asdep Pengembangan Peran Serta Masyarakat Kemenkop dan UKM Haryanto, Asdep Permodalan Luhur Pradjarto, Asdep Organisasi Badan Hukum Koperasi Retno Endang Prihantini, Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan KUMKM Kaltara Hartono, Camat Krayan Barat, serta petugas perbatasan dari personil gabung TNI dan tentara Malaysia.
Untuk menuju lokasi Bintang Puspayoga bersama rombongan harus menempuh perjalanan darat kurang lebih 40 menit dari kota kecamatan, dengan melintasi jalan darat yang berlumpur dan tanjakan, serta banyak tikungan. Begitu tiba, Bintang langsung menyapa petani garam yang saat itu tengah sibuk mengaduk garam dari dalam wajan yang terbuat dari belahan drum.
“Bagaimana bu air ini bisa jadi garam,” tanya Bintang kepada salah seorang petani garam saat ditemui di lokasi, Jumat (19/10).
Di lokasi ini terdapat sebuah bangunan yang terbuat dari papan dengan luas sekitar 20 x 10 meter yang dijadikan sebagai tempat produksi garam petani lokal. Bahan baku garam sendiri diambil dari dua sumur air yang letaknya di samping bangunan. Untuk menghasilkan garam, air sumur itu harus panaskan hingga 24 jam lamanya menggunakan kayu bakar.
“Jadi airnya kita ambil dari dalam sumur lalu kami panaskan. Nanti kalau sudah lama akan berubah menjadi garam, seperti kita masak nasi saja,” ujar sang petani.
Selama berada di tempat produksi garam tersebut, istri Menteri Koperasi dan UKM AAGN Puspayoga itu lebih banyak berdialog dengan petani garam. Di samping itu meninjau sumur air yang dijadikan sebagai bahan baku garam. Ia terkesan dengan sumur tersebut karena airnya berasa asin, padahal terletak di bawah lembah perbukitan.
“Ini rasanya asin, tapi bisa diolah. Padahal pada umumnya garam itu diambil dari laut. Ini justru dari air gunung, unik memang,” lanjut Bintang Puspayoga.
Luhur Pradjarto menyampaikan apresiasi kepada petani garam Krayan karena mampu memanfaatkan potensi daerah hingga bernilai ekonomi. Ia mendorong petani garam ini untuk mengikuti program pelatihan yang diadakan Kemenkop dan UKM agar pengelolaan usahanya berjalan baik yang pada akhirnya bisa lebih maju dan berkelanjutan.
“Mudah-mudahan petani garam di sini atau masyarakat sekitar sini mempunyai usaha yang khususnya bisa memanfaatkan potensi alam daerah itu bisa kita sentuh sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh kementerian,” kata Luhur.
Di tempat yang sama, Hartono mengungkapkan bahwa pihaknya telah membuat rencana untuk menambahkan dua bangunan baru tempat produksi garam yang lebih besar dari dua bangunan sebelumnya. Program itu akan direalisasikan pada tahun 2019 dengan total anggaran sebesar Rp 2 miliar yang berasal dari APBD Provinsi Kaltara.
“Kita sudah membuat perencanaan untuk menambah lokasi bangunan jadi lebih besar. Kita alokasikan untuk dua lokasi pada 2019 yang nilainya sekitar Rp 2 miliar bangunanya ada dua jadi nambah dua lagi,” ungkap Hartono.
Dengan menambah tempat produksi yang baru, Hartono berharap produksi garam bisa meningkat. Saat ini produksi garam di Kecamatan Krayan setiap hari berkisar 15-20 kilogram per satu kelompok. Walaupun hanya untuk konsumsi masyarakat lokal, garam gunung asal Krayan ini memiliki kekhasan tersendiri, di antaranya tidak beresiko penyakit gondok, dan bisa menyembuhkan penyakit amandel.
“Kalau ada warga kena penyakit amandel kasih dia garam itu sembuh karena sudah terbukti,” katanya.