Menkop UKM Ajak BPKP Wujudkan Target Pertumbuhan UMKM Menuju Indonesia Emas 2045

BANDUNG, Indotimes.co.id – Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki mengajak Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) berkolaborasi untuk mewujudkan target sasaran kebijakan Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) menuju Indonesia Emas 2045.

Menurut Teten, sinergi antara Kemenkop UKM dengan BPKP diperlukan untuk mendukung pertumbuhan UMKM di 2045.

“Kita harus melakukannya bersama dan harapannya ke depan UMKM bisa tumbuh. Untuk itu diperlukan berbagai inovasi yang harus dilakukan,” kata Teten Masduki dalam Rapat Kerja BPKP di Bandung, Jawa Barat, Jumat (9/8).

Ia menyebutkan, pemerintah menargetkan pendapatan perkapita pada 2045 menjadi US$30.300 dari US$4.900 saat ini.

“Tantangan terbesarnya adalah bagaimana memastikan agar pelaku usaha kita yang saat ini sebanyak 99% adalah Usaha Mikro bisa bergeser naik ke Usaha Kecil dan Menengah dan terhubung ke dalam rantai pasok industri nasional,” ujar Menkop UKM.

Secara nasional, kata Teten, pihaknya telah menetapkan 3 sasaran kebijakan Kemenkop UKM 2045, di antaranya proporsi UKM harus bertambah dari 1,32% pada 2019 menjadi 8% pada 2045, rasio kewirausahaan nasional meningkat dari 2,86% di 2022 menjadi 8% pada 2045, dan rasio volume usaha koperasi terhadap PDB membesar dari 1,07% di 2021 menjadi 5% pada 2045.

Baca Juga:  WP Award 2017, Kemenkop Beri Penghargaan 7 UKM

Lebih lanjut Teten menambahkan, untuk mewujudkan target tersebut, pada periode 2019-2024 KemenKopUKM telah menyiapkan beberapa piloting dan inisiasi program sebagai fondasi menuju Indonesia Emas 2045.

“Inisiasi ini adalah tahapan yang harus dilewati untuk kita memiliki struktur ekonomi yang lebih kuat yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan kelas menengah, meningkatan pendapatan per kapita, dan memperkuat kemitraan rantai pasok antara UMKM, koperasi dan industri nasional,” kata Teten.

Beberapa fondasi yang disiapkan adalah peningkatan rasio kewirausahaan nasional secara terencana melalui EntrepeneurHub. Melalui program EntrepeneurHub ini, KemenKopUKM membidik anak muda yang melek teknologi untuk menjadi entrepreneur.

“Kami membina sekitar 500 entrepreneur baru. Kami inkubasi dan hubungkan ke pembiayaan. Karena ini masih early stage. Kami juga bekerja sama dengan kampus. Pengalaman negara lain seperti Jepang, Korea, dan Belanda termasuk Australia itu ekosistem entrepreur dicetak dengan produk ekonomi baru menghubungkan antara riset inkubator di kampus dengan program entrepreneur-nya,” kata Menkop UKM.

Baca Juga:  PLN Kembangkan Pembangkit Listrik dari Sampah dengan Kapasitas 17,7 MW di Palembang

Selanjutnya, penguatan skala usaha mikro melalui korporatisasi berbasis koperasi. Menteri Teten mengambil contoh, saat ini petani sawit mandiri yang diperkirakan memiliki 6,4 juta hekatre (ha) yang tadinya hanya menjual tandan buah segar (TBS) ke industri diperbolehkan membuat pabrik minyak makan merah.

“Lalu juga Solusi Nelayan untuk penyaluran BBM. Kami juga melakukan korporatisasi untuk petani kecil. Jadi dikonsolidasikan petani untuk menjadi pemasok industri,” ujar Teten.

Teten menambahkan, dilakukan juga penguatan inovasi dan teknologi melalui Rumah Produksi Bersama (RPB) yang dikelola oleh koperasi. Beberapa pilot project yang sudah dilakukan di antaranya adalah RPB Bambu di Labuan Bajo, RPB Cabai di Sumatra Utara, RPB Cokelat di Bali, dan RPB Kulit di Garut.

“Kami juga sedang meningkatkan kualitas dan daya saing produk usaha mikro melalui Rumah Kemasan, serta inovasi pembiayaan melalui KUR Kluster, Credit Scoring, pembiayaan sektor rill melalui LPDB Koperasi,” ujar Teten.

Baca Juga:  BNI Raih First Champion Corporate Secretary

Teten berharap BPKP dapat ikut menyukseskan langkah keberlanjutan Program Piloting 2019-2024 menuju 2045. Diharapkan juga ikut melakukan integrasi inisiatif RPB sebagai cikal bakal industri skala menengah dengan sektor hulu di Kementerian/Lembaga lain (ketersediaan bahan baku).

“Selain itu juga harmonisasi pengembangan komoditas unggulan lokal dengan prioritas pembiayaan dari lembaga pembiayaan formal baik itu bank dan non-bank. Terakhir adalah harmonisasi prioritas pengembangan komoditas unggulan lokal dengan kebijakan kerja sama perdagangan luar negeri,” ujar Teten.