JAKARTA, Indotimes.co.id – Menteri dan UKM () Teten Masduki meminta agar para pelaku e-commerce mematuhi aturan yang berlaku di Indonesia terutama terkait perdagangan elektronik yang sedang digodok Pemerintah, guna melindungi dari serbuan produk crossborder dari luar negeri.

“Ini (kebijakan perdagangan elektronik) sangat urgent untuk direvisi agar kita bisa melindungi UMKM yang tidak bisa bersaing dengan produk China yang masuk lewat e-commerce crossborder yang masih belum diatur,” kata Menkop UKM Teten Masduki saat pertemuan dengan para seller online dari berbagai platform, di Jakarta, Senin (14/8).

Menkop UKM mengatakan, bukan sekadar revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 soal perdagangan elektronik tapi juga harus mampu menciptakan playing field yang sama, perlakuan yang setara mengenai tarif, serta biaya masuk.

Untuk itu, Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) mengajukan dua usulan terkait perlindungan produk UMKM dari serangan produk impor di platform e-commerce. Pertama, terkait adanya tambahan kebijakan bea masuk untuk produk-produk jadi dari luar yang berpotensi menggerus keberadaan produk UMKM.

Baca Juga:  Review Rencana Kenaikan Harga Gas

“Tadi saya lihat sendiri harganya di salah satu platform nggak masuk akal. Ini namanya sudah ada predatory pricing. Itu karena memang pasar kita terlalu longgar, sehingga barang mereka bisa masuk ke sini dengan harga semurah-murahnya,” kata Teten.

Menkop UKM juga mengatakan, peraturan tersebut tak hanya berlaku bagi Shop saja yang sampai hari ini masih ditemukan di platformnya ada harga produk yang tak masuk akal.

“Jadi kita tidak hanya berurusan dengan TikTok. Sebelum ini juga saya berurusan dengan e-commerce lain yang melakukan penjualan crossborder. Kita optimistis hal ini bisa dilakukan,” ujarnya.

Secara komprehensif katanya, keluar masuk barang itu memang harus betul-betul diproteksi sedemikian rupa. Jangan sampai produk lokal kalah bersaing dari produk luar negeri.

“Pada dasarnya negara manapun juga sama memperlakukan seperti itu. Mereka melindungi produk dalam negerinya sendiri. Karena kalau kita terus menerus beri karpet merah untuk produk-produk impor, tanpa memperhitungkan persaingan yang tidak fair dari dalam negeri, bisa habis produk UMKM,” kata Menkop UKM.

Baca Juga:  Sekjen DWP Pusat Ajak Masyarakat Selalu Gunakan Produk Lokal Buatan UMKM

Pihaknya pun sudah menyampaikan kepada Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan soal masukan atau usulan tersebut. Sebaiknya produk impor dari luar yang datang ke Indonesia berlaku di pelabuhan paling jauh di Indonesia seperti , Papua Barat. Sehingga produk yang masuk dikenakan ongkos lagi dari tempat terjauh, dengan begitu produk di dalam negeri masih bisa kompetitif.

“Hal itu berkaitan dengan usulan kami yang kedua, yaitu tol laut yang juga menjadi proyek Presiden yang bisa menjadi jalan. Karena selama ini muatan hanya dari barang, sehingga biaya logistik selalu dikenakan untuk produk-produk yang di jual di Indonesia Timur, sehingga Indonesia Timur lemah,” katanya.

Menurut Teten, kedua usulan tersebut bisa menjadi bagian penguatan dari kebijakan Pemerintah soal hilirisasi dalam memperkuat dalam negeri, sekaligus memperkuat UMKM dengan kebijakan subsitusi impor untuk pengadaan barang dan jasa.

Baca Juga:  Bentuk Keberpihakan, MenKopUKM Minta Perbankan Tingkatkan Pembiayaan di Sektor Produksi

Menhefari dari Dimensi, salah satu asosiasi reseller online, mengadukan kepada Menkop UKM terkait persaingan usaha di platform e-commerce yang sudah tidak sehat. “Kami di TikTok harga jatuh, karena ada harga di TikTok Shop yang sangat murah dan tidak masuk akal. Kami tidak bisa memilih ekspedisi dan tiba-tiba ada produk baru yang masuk,” katanya.

Kemudian Dian Fiona, pemilik usaha fesyen dari Bandung mengatakan, masuknya barang impor secara bebas tanpa dikenakan , jelas membuat usaha dan sepertinya juga terkena imbas.

Senada disampaikan, Founder Real Food Edwin yang menyampaikan terkait produk impor masih belum diregulasikan sehingga di Indonesia bisa dijual dengan harga yang sangat murah. Padahal sebaliknya katanya, saat perusahaannya ingin melakukan ekspor sangat sulit karena dikenai pajak yang sangat tinggi dan hambatan lain untuk melakukan ekspor pada komoditas unggulan negara tujuan tersebut.