JAKARTA, Indotimes.co.id – PT Bahana Line meminta kepada hakim agar mengakhiri proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan menyatakan PT Meratus Line pailit karena tidak adanya proposal yang masuk dari PT Meratus Line.

Ancaman sanksi pailit ini membayangi Meratus Line karena dianggap terus mengulur-ulur kewajiban pembayaran utang sebesar Rp 50 miliar.

Kuasa Hukum PT Bahana Line, Syaiful Ma’arif mengatakan, Meratus Line dianggap tak kunjung menunjukkan itikad baik menyelesaikan pembayaran utang terkait dengan utang suplai bahan bakar minyak (BBM) tersebut.

“Indikasi adanya upaya untuk menunda atau mengulur-ulur kewajiban pembayaran ini terlihat dari tidak jelasnya proposal yang masuk baik pada pihak Bahana Line melalui Pengurus dan Hakim Pengawas, sebagaimana yang telah ada dalam putusan PKPU-Tetap,” kata Syaiful saat dikonfirmasi wartawan di Jakarta, Senin (17/10).

Menurut Syaiful, pada sidang terakhir kemarin baru ajukan draft proposal saja setelah beberapa kali menunda-nunda.

Seperti diketahui, pada 14 September 2022 lalu, telah terjadi rapat rapat kreditor dengan agenda pencocokan piutang lanjutan PT Meratus Line (dalam PKPU). Dalam rapat itu, Meratus menyampaikan laporan akuntan publik atas perhitungan kerugian keuangan PT Meratus Line tertanggal 12 September 2022, yang diterbitkan oleh akuntan publik Buntar & Lisawati.

“Inti dari laporan itu, berisikan perhitungan kerugian PT. Meratus Line untuk periode Februari 2018 sampai dengan Januari 2022, yang ditimbulkan dari adanya dugaan penyimpangan saat pengadaan BBM pada kapal-kapal perusahan PT Meratus Line (Dalam PKPU) oleh PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line,” ujar Syaiful.

Baca Juga:  Gelar Pre IOG SCM & NCB, SKK Migas Perkuat Kolaborasi dengan KKKS

Berdasarkan Surat Perikatan Nomor 006/KL/VIII/tanggal 05 Agustus 2022 dan Surat Tugas Nomor 063/UL/VIII/202 tanggal 06 Agustus 2022, Ahli Akuntan Publik membuat Laporan Perhitungan Kerugian Keuangan PT. Meratus Line (Dalam PKPU) tertanggal 12 September 2022.

Syaiful mengatakan, dugaan adanya penyimpangan saat pengadaan bahan bakar bisa saja dimaknai sebagai “tuduhan” dan ini tentu bisa pula membuat pihak yang menduga dan atau “menuduh“ bisa digugat secara pidana.

Tindakan PT Meratus Line tersebut dilakukan setelah putusan pernyataan PKPU terhadap PT Meratus Line sebagaimana Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 26/PDT.SUS-PKPU/2022/PN.NIAGA.SBY, tertanggal 31 Mei 2022.

Oleh karenanya, Syaiful menegaskan, tindakan tersebut seharusnya tunduk pada Undang-undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU.

Mengacu pada ketentuan Pasal 240 ayat 1 UU Kepailitan & PKPU, mengatur, selama penundaan kewajiban pembayaran utang, debitor tanpa persetujuan pengurus tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas seluruh atau sebagian hartanya. Jadi kalau mau melakukan tindakan kepengurusan atau kepemilikan atas hartanya harus melalui persetujuan tim pengurus.

Baca Juga:  BNI Pastikan Layanan Siap Sambut Idul Fitri 2024

Berdasarkan penjelasan dari Tim Pengurus PT. Meratus Line (Dalam PKPU), Surat Perikatan Nomor 006/KL/VIII/tanggal 05 Agustus 2022, Surat Tugas Nomor 063/UL/VIII/202 tanggal 06 Agustus 2022, dan adanya Laporan Akuntan Publik dilakukan tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu atau mendapat persetujuan dari pengurus.

“Sehingga, surat perikatan dan surat tugas serta laporan akuntan publik tersebut dianggap tidak sah karena bertentangan dengan pasal 240 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU,” ungkap Syaiful.

Sementara itu, dalam persoalan laporan akuntan publik oleh Buntar & Lisawati itu, dokumen laporan diperoleh secara sepihak dari PT Meratus Line (Dalam PKPU).

Selain itu, menurut dia, materi atau dugaan fraud yang ada dalam laporan akuntan publik itu atas perhitungan kerugian Meratus, sudah masuk dalam Gugatan Perdata No. 456/Pdt.G/2022/PN.Sby., dan Laporan Pidana No. B/69/III/RES.1.1.1./2020/DITRESKRIMUM.

 

“Ini membuktikan bahwa hal tersebut hanya audit sepihak yang menyebabkan hasil audit tersebut hanya klaim sepihak tidak mengikat kepada PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line,” kata Syaiful.

Lebih jauh dia mengatakan, laporan yang diterbitkan oleh akuntan publik tersebut juga tidak dapat dijadikan bukti adanya kerugian PT. Meratus Line (Dalam PKPU) dan/atau perbuatan melawan hukum dimana yang berhak menentukan adanya kerugian dan/atau perbuatan melawan hukum adalah putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum yang tetap.

Baca Juga:  Kemenkop-Perumda Pasar Jaya Jadikan UMKM Sebagai Trendsetter

Syaiful juga menilai, tindakan-tindakan PT Meratus Line yang memakai jasa akuntan publik tanpa persetujuan tim pengurus maupun hakim pengawas ini disebutnya telah merugikan PT Bahana Line.

Untuk itu, selain meminta sang akuntan publik dihadapkan dalam PKPU, Bahana juga minta agar proses PKPU ini diakhiri dan menyatakan PT Meratus Line pailit dengan segala kondisi hukumnya.

 

Selanjutnya, tahapan PKPU PT Meratus Line dengan PT Bahana Line ini sendiri akan berjalan kembali pada Selasa 18 Oktober 2022 di Pengadilan Niaga Surabaya.

Terkait hal ini, Kuasa Hukum PT Meratus Line Yudha Prasetya membantah jika disebut tengah mengulur-ulur waktu pembayaran seperti yang dituduhkan. Ia menyebut, pihaknya hanya memohon waktu agar dapat menampung usulan-usulan dari krediturnya.

“Kita bukan mengulur waktu, kita sudah ajukan draf usulan perdamaian. Kita hanya mohon waktu supaya dapat mengakomodir usulan kreditur. Krediturnya kan banyak,” ujar Yudha seperti dikutip dari Jatimnet.com.

Namun saat dikonfirmasi soal surat keberatan dari pihak Bahana terkait dengan akuntan publiknya, Yudha enggan banyak berkomentar karena mengaku tidak mengetahui banyak soal surat keberatan dari pihak Bahana tersebut.