BALIKPAPAN, Indotimes.co.id – Presiden Joko Widodo mengajak pengusaha Kalimantan untuk mengikuti program amnesti pajak. Hal ini disampaikan Presiden ketika memberikan sosialisasi amnesti pajak di Platinum Balikpapan Hotel & Convention Hall, Kota Balikpapan, Senin sore 5 Desember 2016.
Presiden mengajak wajib pajak (WP) di wilayah Kalimantan mengikuti program amnesti pajak karena WP yang mengikuti program amnesti pajak ini baru 23 ribu WP dari 1,3 juta WP yang mengisi SPT berdasarkan data per 3 Desember 2016. “Tidak ada 2 persen, hanya 1,8 persen,” kata Presiden.
Sebenarnya, program amnesti pajak ini bukan hanya program pengampunan, tapi merupakan kesempatan bagi WP untuk berpartisipasi dalam pembangunan hingga 31 Maret 2017. Setelah itu, negara tidak lagi memberikan pengampunan, tetapi justru akan mengenakan denda untuk harta yang belum dilaporkan. “Kalau sudah tidak ada (amnesti pajak), hati-hati dendanya akan tinggi sekali,” ucap Presiden.
Mengawali sambutannya, Presiden menjelaskan bahwa saat ini tekanan ekonomi global dan eksternal dialami semua negara. Kedua tekanan ini bukan masalah yang mudah untuk diatasi. Banyak negara yang mengalami penurunan dalam pertumbuhan ekonomi dari 10 persen menjadi 6,5 persen misalnya. “Kita masih beruntung, ekonomi kita tumbuh 5,18 persen kuartal ke-2, bandingkan dengan anggota G20 lainnya. Kita nomor 3 di bawah India dan Tiongkok,” terang Presiden.
Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi tentunya setiap negara memerlukan investasi. Berbagai negara melakukan penyederhanaan perizinan dan menurunkan tarif pajak untuk menarik arus modal masuk ke negaranya. “Pertarungan sengit memperebutkan uang masuk. Dan kita sadar semua, indonesia juga sama, merebutkan investasi masuk agar ada capital inflow ,” kata Presiden.
Sebetulnya Indonesia berbeda dengan negara lain, karena dalam catatan Presiden masih terdapat Rp. 11.000 Triliun yang dimiliki warga negara Indonesia tapi disimpan di luar negeri. “Uang kita banyak, APBN kita ada Rp. 2.000 Triiun. Ngapain kita tarik-tarik uang dari luar, kalau kita ada uang sendiri. Ayo bawa uangnnya masuk,” imbuh Presiden.
Terbaik, Amnesti Pajak Indonesia
Amnesti pajak di Indonesia meski baru periode pertama yang berakhir 30 September 2016 merupakan yang terbaik di dunia. Amnesti pajak di Indonesia mencapai 30,88 persen dari PDB, negara lain hanya 10 persen dari PDB. “Repatriasi baru Rp. 143 triliun, sangat kecil, masih sangat kecil. Alhamdulillah berdasarkan tebusan sudah mendekati Rp. 99,2 Triliun. Menunjukkan bahwa dunia usaha itu trust, percaya kepada pemerintah,” kata Presiden.
Presiden optimis nilai dari amnesti pajak masih akan terus meningkat karena masih ada uang yang di luar negeri dan belum dideklarasi oleh pemiliknya. Terlebih lagi pada tahun 2018 akan ada keterbukaan informasi antar negara, sehingga siapapun yang menyimpan uangnya di luar negeri akan dapat diketahui.
Amnesti pajak di Indonesia juga memiliki tarif terendah dibanding negara lain yang telah melaksanakan amnesti pajak. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam laporannya mengatakan bahwa negara yang dianggap paling berhasil dalam amnesti pajak adalah Irlandia. “Mereka tidak pernah memberikan tarif di bawah tarif normalnya. Hanya tidak dikenakan denda dan sanksi kriminal,” terang Presiden.
Tarif uang tebusan yang berlaku di Indonesia sangatlah rendah. Untuk periode ke-1 dari 1 Juli hingga 30 September 2016 adalah 2 persen untuk repatriasi, 2 persen untuk deklarasi dalam negeri (DN) dan 4 persen untuk deklarasi luar negeri (LN).
Tarif untuk periode ke-2 dari 1 Oktober hingga 31 Desember yakni 3 persen untuk repatriasi, 3 persen untuk deklarasi dalam negeri (DN) dan 6 persen untuk deklarasi luar negeri (LN). dan untuk periode terakhir yang berlangsung 1 Januari hingga 31 Maret 2017 adalah 5 persen untuk repatriasi, 5 persen untuk deklarasi dalam negeri (DN) dan 10 persen untuk deklarasi luar negeri (LN).
Turut hadir dalam sosialisasi amnesti pajak ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri BUMN Rini Soemarno, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi dan Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek. (dil)