JAKARTA, Indotimes.co.id – Persatuan Insinyur Indonesia (PII) memperkirakan Indonesia memerlukan puluhan ribu tenaga ahli teknik atau insinyur untuk membangun berbagai proyek infrastruktur yang digagas Presiden Joko Widodo hingga 2019, termasuk megaproyek pembangkit total kapasitas 35.000 megawatt (MW).
Wakil Ketua Umum PII Heru Dewanto mengatakan, megaproyek pembangkit 35.000 MW dan proyek-proyek infrastruktur lainnya akan membutuhkan setidaknya 82.000 insinyur hingga 2019.
“Sementara yang tersedia hanya 20.000 insinyur,” katanya dalam keterangan pers di Jakarta, Minggu (13/11/2016), usai diskusi bertema “Saatnya Didengar” dalam rangkaian Indonesia Infrastructure Week di Jakarta.
Itupun faktanya, menurut dia, sampai saat ini hanya separuh dari sarjana teknik yang berprofesi sebagai insinyur. “Hanya separuhnya lagi dari jumlah itu bekerja di infrastruktur,” kata Heru yang juga menjabat sebagai Dirut PT Cirebon Electric Power.
Dia mengingatkan agar jangan sampai proyek-proyek infrastruktur yang salah satunya adalah megaproyek 35.000 MW akan mengalami kekurangan tenaga ahli Indonesia yang mengelolanya. “Jangan sampai kita punya proyeknya, tapi tidak ada yang mengerjakannya,” katanya.
Untuk itu, kata dia, semua pihak harus punya visi yang sama dan bergandengan tangan mewujudkannya. “Kita tidak lagi bisa hanya berkutat bicara soal skema kemitraan, tapi harus ada yang berpikir ke depan,” katanya.
Dalam pandangan Heru, pendidikan vokasi (kejuruan) bisa menjawab persoalan tenaga kerja. “Tapi, kurikulumnya juga harus sesuai dengan kebutuhan pasar. Selain itu penyalurannya juga harus jelas, karena percuma anak-anak kita ini dilatih dan dilatih, kemudian bingung bisa bekerja di mana,” ujarnya.
Heru menambahkan, megaproyek pembangkit 35.000 MW dan proyek-proyek infrastruktur lain yang digagas Presiden Jokowi diharapkan bisa menjadi sarana Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Menurut dia, proyek 35.000 MW harus menjadi awal pembangunan manusia yang akan membentuk masa depan Indonesia. Sebab proyek itu bisa membuat Indonesia bertumbuh, bukan hanya dari sisi infrastruktur saja, namun juga manusianya.
“Jangan sampai, nanti setelah semua proyek ini selesai, tidak ada satupun anak bangsa yang mampu menjadi pemain-pemain yang berkualitas dan punya kapasitas untuk melanjutkan pembangunan bangsa ini,” katanya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat hingga Februari 2016, sebanyak 7,45 persen rakyat Indonesia masih menganggur. Sebanyak 39 persen di antaranya lulusan SD dan 25 persen lainnya adalah sarjana.
Sedang data lain, menurut Heru, sebanyak 47 persen dari angkatan kerja Indonesia merupakan lulusan SD.
“Bagaimana bisa bersaing di MEA dengan kondisi seperti ini? Capacity building harus dimulai dari sekarang dan cara yang paling konkret dan paling komprehensif adalah melalui proyek 35.000 MW dan proyek-proyek infrastruktur yang digagas Presiden Jokowi,” ujarnya.
Dia juga mengingatkan agar tidak terjadi kesenjangan (miss match). Di mana di satu sisi, ada begitu banyak lulusan SMK dan bahkan sarjana yang menganggur. Sementara permintaan sektor infrastruktur nantinya cukup besar. (chr)