BOGOR, Indotimes.co.id – Pejabat Pengawasan (Satgas Pengawas) Koperasi harus bersikap tegas terhadap koperasi bermasalah atau abal-abal dan koperasi yang melakukan usaha tidak sesuai dengan prinsip koperasi alias berkedok koperasi.
Dengan sikap tegas diharapkan tidak ada lagi bermunculan persoalan yang membelit koperasi seperti koperasi Hanson Mitra Mandiri (HMM) dan Koperasi Simpan Pinjam Indosurya. Kedua koperasi ini tersandung kasus gagal bayar karena dana yang dihimpun oleh koperasi digunakan untuk investasi lain.
“Mengapa koperasi-koperasi bermasalah harus ditutup dan diberi sanksi karena ternyata selama 40 tahun saya berkarier di Kementerian Koperasi dan UKM untuk membangun dan mengembangkan koperasi itu tidak mudah. Sementara negara harus hadir khususnya di wilayah terluar, terpencil, dan perbatasan,” kata Deputi Bidang Pengawasan Koperasi Kementerian Koperasi Suparno, di Bogor, Rabu (11/3).
Begitu pengarahan Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM Suparno kepada 60 Pejabat Pengawasan (Satgas) Koperasi dari 34 provinsi yang menghadiri Rapat Koordinasi Pengawasan Koperasi Tahun 2020, Rabu (11/3), di Bogor. Ini menjadi rakor pertama sejak Deputi Bidang Pengawasan berdiri pada 2016.
Rakor yang dikemas dalam diskusi panel ini diawali dengan pengarahan dari Deputi Bidang Kelembagaan yang diwakili Christina Agustin (Asdep Organisasi dan Badan Hukum Koperasi), Plt Deputi Bidang Pembiayaan Hanung Harimba Rachman, Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM Agus Santosa, dan pihak OJK.
Suparno menmbahkan, sehat tidaknya koperasi dilihat dari seberapa sering koperasi mengadakan Rapat Anggota Tahunan (RAT). Karenanya, satgas koperasi harus bisa memberikan perintah kepada koperasi untuk menyelenggarakan RAT setiap akhir tahun.
Pengawasan yang tegas juga diperlukan mengingat era digital telah membawa perkembangan koperasi. Di antaranya, transaksi antar anggota tidak lagi terbatas pada tatap muka, tapi dilakukan secara daring. Karenanya, penting kesiapan aparatur pembina yang lebih memahami fenomena tersebut.
Di era digital pun diperlukan skema modern pengawasan koperasi melalui sistem (online) yang terintegrasi. Hal ini perlu dilakukan mengingat jumlah sebaran koperasi yang sangat luas, terbatasnya jumlah dan kualitas sumberdaya manusia, serta anggaran. Kenyataan seperti itu membuat semua koperasi tidak dapat diawasi secara langsung.
Hal lain yang tak kalah penting adalah pemahaman (literasi) masyarakat tentang koperasi juga harus ditingkatkan melalui edukasi dan sosialisasi secara berkelanjutan. Masih banyak masyarakat yang tidak memahami berkoperasi sehingga menganggap semua aktifitas penghimpunan dana dan peminjaman dana dilakukan sepenuhnya oleh koperasi.
Selain perlu peningkatan pemahaman peran anggota dalam berkoperasi sehingga koperasi tidak disalahgunakan oleh oknum untuk kegiatan ilegal. Karenanya, memerlukan komitmen dan kerja sama antara pusat dan daerah.
Rakor ini sendiri bertujuan menjalin sinergi dan penyamaan persepsi pelaksana pengawas koperasi antara pusat dengan pemda Pembina Koperasi provinsi dan kabupaten/kota. Selain itu, meningkatkan pemahaman pemda Pembina Koperasi Provinsi.