JAKARTA, Indotimes.co.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui masih ada kerawanan yang terjadi dari sisi penegakan hukum, terutama para pegawai yang terlibat dalam pemeriksaan maupun penagihan pajak. Pasalnya, sebagian besar kasus pelanggaran hukum terjadi dari bagian tersebut.
Sri Mulyani berjanji akan melakukan pembenahan dalam sistem maupun sumber daya manusia (SDM) terkait sektor perpajakan, seperti pajak dan bea cukai, agar perilaku korupsi makin berkurang.
“Saya rasa keduanya berkontribusi (terhadap pelanggaran peraturan- red),” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI membahas tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oknum pegawai pajak serta bea cukai di Jakarta, Senin malam (28/11/2016).
Untuk itu, dia mengatakan akan ada upaya untuk memperkuat sistem teknologi informasi agar interaksi pegawai dengan Wajib Pajak makin berkurang dan tagihan pajak yang disampaikan tidak menimbulkan sengketa maupun persoalan baru.
Namun, Sri Mulyani menegaskan, apabila dibutuhkan interaksi antara pegawai dengan Wajib Pajak terkait pemeriksaan lanjutan, maka diperlukan suatu standar operasi prosedur yang jelas agar proses pengawasan dapat lebih mudah dan berkualitas.
“Kalaupun ada interaksi, dengan sistem kita bisa mengecek yang ngawur kepada wajib pajak. Kemudian mengatakan harus bayar dengan STP (Surat Tagihan Pajak) dengan basis atau tidak,” ujarnya.
Selain itu, Sri Mulyani juga akan mengkaji ulang Peraturan Presiden (Perpres) No 37 tahun 2015 mengenai tunjangan remunerasi bagi pegawai pajak yang justru menimbulkan beban tersendiri dan tidak memberikan manfaat kepada kinerja, terutama bagi pegawai lapangan.
Sri Mulyani juga siap memberikan “reward and punishment” yang seimbang kepada para pegawai pajak maupun bea cukai bagi yang melakukan tindakan pelanggaran hukum dengan mempertimbangkan UU Aparatur Sipil Negara maupun yang berprestasi.
“Saya tidak pernah segan. Dulu masalah Gayus, bagian unit sampai direkturnya saya copot. Saya tidak akan melakukan hal yang semena-mena. Kita tetap melihat ‘maximum punishment’ dan sinyal yang salah harus ditindak. Tapi jajaran baik harus diproteksi dan ‘reward’ yang sesuai dengan yang diharapkan,” ujarnya. (Mhd)