Sinergitas PKH dan Bansos Lainnya Mampu Tekan Angka Ketimpangan
Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos RI Harry Hikmat bersama dengan Asep Suryahadi Senior Research Fellow, The SMERU Research Institute (kiri) dan Gema Satria Peneliti, The SMERU Research Institute (kanan) dalam diskusi PKH meningkatkan kesejahteraan berkelanjutan, di kemensos hari ini.

JAKARTA, Indotimes.co.id – Sinergitas Bantuan Sosial dan Program Keluarga Harapan (PKH) berkontribusi dapat mengurangi ketimpangan di Indonesia. Peneliti senior The Smeru Research Institue Asep Suryahadi mengatakan sinergitas tersebut sangat diperlukan agar akselerasi penurunan angka ketimpangan semakin cepat. Pasalnya, selama ini PKH sudah mampu mengurangi kemiskinan tersebut perlu ditompang program lainnya.

“Kita harus bisa menselaraskan PKH dan bantuan sosia lainnya seperti bantuan pangan non tunai, KIS dan KIP untuk mengatasi ketimpangan,” kata peneliti senior The Smeru Research Institue Asep Suryahadi dalam diskusi mengenai PKH di Kementerian Sosial di Jakarta, Selasa.

Studi yang dilakukan Asep mengambil perbandingan pelaksanaan PKH 2014 dan 2018 dengan metode Propensity Score Matching (PSM). Pada 2014, PKH hanya berdampak 0,07 persen pada pengurangan ketimpangan sedangkan 2018 mencapai 0,30 persen.

Sedangkan dampak terhadap kemiskinan, pada 2014 intervensi PKH hanya 0,64 persen di 2018 mencapai 2,44 persen.

Baca Juga:  Tolak HSH dan IPO, FSPPB Ingatkan Soal Ketahanan Energi Nasional

Dari hasil studi yang dilakukan Asep, menemukan bahwa PKH telah memberikan kontribusi dalam mengurangi kemiskinan, terutama kedalaman dan keparahan kemiskinan, tetapi tidak terlalu mampu memberikan kontribusi dalam menurunkan ketimpangan.

Kontribusi PKH dalam pengurangan kemiskinan meningkat dari 2014 ke 2018 sejalan dengan meningkatnya cakupan penerima program dari lima juta pada 2014 menjadi 10 juta keluarga pada 2018.

Studi yang dilakukan Asep juga menunjukkan bahwa ketimpangan di pedesaan didorong oleh tingkat pendidikan dan kurang tersedianya lapangan pekerjaan untuk orang yang berpendidikan di pedesaan.

“Karena itu solusinya adalah pemerataan pendidikan dan penyediaan lapangan kerja. Perlu investasi untuk pengembangan sektor non pertanian di pedesaan,” kata dia.

Berdasarkan hasil studi Asep diketahui bahwa lebih dari 60 persen KPM PKH adalah usia produktif antara 15 hingga 59 tahun, artinya mereka memiliki potensi untuk bekerja dan berusaha.

Baca Juga:  Kemenkop UKM Dorong Pemanfaatan Hasil Pendataan 9,11 Juta KUMKM Tahun 2022

Maka langkah lainnya untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan, menurut Asep, perlu kolaborasi PKH dengan program-program lain yang melatih KPM PKH untuk bisa bekerja.

Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat mengatakan pemerintah akan mengkolaborasikan penerima PKH dengan program lainnya sehingga mereka bisa segera sejahtera dan mandiri.

Lebih lanjut dia mengatakan Kementerian Sosial menargetkan pada 2019 sebanyak 800 ribu KPM PKH tergraduasi atau keluar dari kepesertaan PKH secara mandiri karena tingkat kesejahteraannya meningkat.