JAKARTA, Indotimes.co.id – Pertamina sebagai perusahaan energi, pada dasarnya memerlukan Direktur Utama (Dirut) yang handal dan sudah terbukti menguasai bisnis migas.
Pada harga minyak yang anjlok, Pertamina membutuhkan nakhoda yang mampu melakukan terobosan yang bisa membuat laba Pertamina semakin membesar di atas laba tahun 2016.
Dirut Pertamina harus profesional yang menguasai penuh pengetahuan tentang bisnis Pertamina, memiliki leadership yang handal yang mampu menjadi perekat antar sesama insan Pertamina, berkemampuan manajerial yang handal.
Menempatkan orang untuk Dirut Pertamina tidak boleh coba-coba. Pertamina adalah sebuah perusahaan berhubungan dengan hajat hidup rakyat secara langsung.
Artinya, dirut dan atau direksi Pertamina harus pula mendapat support penuh dari seluruh pekerja Pertamina.
Kuatnya leadership Dirut akan mampu menjaga kesatuan dan kebersamaan di Pertamina.
Artinya, dirut harus orang yang diyakini mampu mempersatukan direksi dan juga pekerja Pertamina.
Mengambil dirut BUMN lain sebagai dirut Pertamina akan sangat mudah mendapat penilaian dari masyarakat atau dari pekerja Pertamina.
Keberhasilan seorang dirut BUMN apapun akan dinilai masyarakat dari keberhasilan memperoleh laba BUMN yang dipimpinnya.
Pekerja BUMN apapun pasti akan memberi penilaian positif kepada dirut yang terbukti mampu memberi laba signifikan kepada BUMN yang pernah dipimpinnya.
Ini seharusnya menjadi pertimbangan utama bagi presiden dan menteri BUMN serta menteri terkait lainnya sehingga masyarakat tidak akan menilai pengangkatan dirut Pertamina terkait dengan kepentingan politik atau kepentingan tertentu saja.
Karenanya, untuk dirut Pertamina jika diambil dari eksternal Pertamina maka harusnya diambil dari dirut BUMN yang terbukti berhasil membukukan laba signifikan pada BUMN yang pernah dipimpinnya.
Jika ternyata pada tahun 2017 ini Pertamina menurun labanya dibanding tahun 2016, maka yang akan jadi sorotan masyarakat adalah pemerintah dan Presiden.
Ini akan mencederai kepercayaan publik terhadap Presiden, di samping berpengaruh pula terhadap penerimaan negara dari dividen yang disumbang oleh Pertamina.
Di sisi lain, keberadaan dan suara pekerja Pertamina harusnya didengar oleh pemerintah.
Maju mundurnya Pertamina akan bergantung besar kepada peran pekerja Pertamina.
Mereka pernah “trauma” dengan isu matahari kembar yang dikembangkan di Pertamina dan ini harus jangan sampai terulang.
Kepemimpinan di Pertamina idealnya bisa membuat pekerja “happy” karenanya sosok dirut Pertamina adalah sosok yang tidak boleh yang tidak mereka harapkan karena ini akan melahirkan dukungan semu dan tidak maksimal.
Terpuruknya harga minyak dunia mau tidak mau harus ditutupi oleh Pertamina dengan terobosan bisnis lain yang bisa dikerjakan Pertamina.
Artinya, bisnis terobosan ini harus mendapat dukungan penuh dan solid sepenuh hati dari pekerja Pertamina dan tidak bisa mengandalkan kepada perintah semata yang bergantung kepada kewenangan direksi.
Tanpa dukungan yang solid dan all out, khususnya dari direktorat yang bisa difungsikan melakukan terobosan bisnis, maka harapan Pertamina bisa menyumbang pendapatan besar dari BUMN kepada negara hanya akan sebatas menjadi harapan belaka.
Berharap penerimaan Pertamina bergantung kepada penjualan minyak, itu sulit terlaksana karena besarnya laba dari penjualan minyak bergantung kepada besaran harga minyak dunia.
Sepanjang harga minyak dunia masih seperti saat ini jangan pernah berharap penjualan minyak bisa menyumbang laba dan dividen yang besar bagi pemerintah. Dan ini sangat berpengaruh terhadap kondisi keuangan pemerintah saat ini.
Memperbesar penerimaan dengan upaya Menekan cost operasional Pertamina dengan efisiensi, juga nyaris tidak bisa dilakukan maksimal lagi karena efisiensi punya batas minimal dan itu nyaris sudah dilakukan Pertamina di tahun 2015 dan 2016.
Pemaksaan yang berlebihan terhadap efisiensi bisa jadi bumerang yang malah bisa membuat Pertamina tak berdaya.
Pemerintah harusnya ingat dan paham bahwa Pertamina sedang dibebani pemerintah untuk menjalankan program yang memberi citra baik bagi pemerintahan Jokowi yakni BBM satu harga di seluruh negeri. Juga bagaimana mengurangi subsidi elpiji dan menjadikan harga elpiji satu harga di seluruh Tanah Air.
Ini memerlukan sentuhan khusus dari nakhoda dan direksi Pertamina. Ini bisa terwujud dengan kerja sama yang solid dari seluruh insan Pertamina termasuk direksi yang ada yang notabenenya bukanlah pekerja Pertamina.
Jadi, harus dipahami bahwa direksi Pertamina dan juga dirut Pertamina harus mampu menempati relung hati terdalam dari pekerja Pertamina sehingga dukungan terhadap direksi keluar dari lubuk hati mereka dan bukan bersandar kepada perintah belaka.
Ini maknanya bahwa direksi harus diterima pekerja tanpa syarat sehingga pekerja akan all out bekerja mendukung segala yang di inginkan pemerintah.
Sebagai BUMN strategis, BUMN energi terbesar di negeri ini, sangatlah pantas jika pemerintah perlu berhati-hati dalam menempatkan nakhoda tertinggi di Pertamina.
Penempatan dirut tidak boleh coba-coba atau uji coba kemampuan orang. Pertamina harus mampu membuktikan memberikan sumbangan keuangan bagi pemerintah di samping menjalankan misi pemerintah dalam memberi pelayanan kepada masyarakat.
Bersabar sedikit dalam menentukan dirut Pertamina tetapi menghasilkan yang terbaik bagi negeri ini, bukanlah menjadi soal yang memberatkan bagi Presiden.
Oleh: Sofyano Zakaria (Pengamat kebijakan energi/Direktur Puskepi)