Oleh. Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman
Kehadiran perusahaan Singapura Keppel Ofshore dan Marine pada tanggal 15 Agustus 2017 di kantor Kementerian Kordinator Kemaritiman yang diterima langsung oleh Luhut Binsar Panjaitan dan didampingi oleh Dirjen Migas dan Direktur PLN untuk menawarkan LNG lebih murah untuk kebutuhan PLN di berbagai daerah dan industri lainnya menimbulkan banyak pertanyaan besar dipublik.
Artinya, terkesan ada yang tidak beres dalam tata kelola migas di Tanah Air selama ini baik di hulu dan hilir.
Kejadian itu akan dibaca publik bahwa depertinya Pak Luhut Binsar Panjaitan terkesan sudah tidak percaya lagi dengan kemampuan Menteri ESDM dan wakilnya serta Menteri BUMN dalam hal kemampuannya menyediakan harga gas murah utk kebutuhan PLN dan industri lainnya.
Padahal pada Rakor dikantor Menko Perekonomian dibulan November 2016 yang dihadiri dari Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, SKK Migas, Pertamina dan PGN telah dianalisa dan disimpulkan solusi langkah langkah di hulu dan hilir agar harga gas di hulu lebih murah USD 6 per MMBTU.
Berbagai skenario telah dibuat untuk kebutuhan 7 industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca dan terakhir industri sarung tangan karet menunjukkan harga gas yang bisa berdaya saing dgn produk impor adalah USD 4 per MMBTU agar dapat menciptakan percepatan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pendapat pajaknya.
Tentu konsekwensinya mengurangi bagian negara disektor hulu, tetapi anehnya saat itu tidak ada sedikitpun pembahasan soal harga gas yang pantas untuk kebutuhan pembangkit PLN.
Kemudian bisa jadi kedua BUMN yang selama ini ditugaskan oleh Pemerintah yaitu Pertamina dan PGN seakan tidak mampu memberikan dukungan penuh kepada PLN untuk pembangkitnya dari dapat kepastian pasokan gasnya dengan harga murah.
Padahal selama ini semua rakyat Indonesia paham bahwa Singapura itu tidak ada sumber migasnya dan sudah puluhan tahun kebutuhan gas untuk industri dan rumah tangganya disuplai Indonesia dari lapangan Grissik Sumsel dan Natuna lewat pipa bawah laut.
Anehnya lagi perusahaan Keppel Offshore and Marine ini bergeraknya di bidang pelabuhan, galangan kapal dan ajungan lepas pantai, dan perusahaan tersebut sepengetahuan saya belum pernah punya rekam jejaknya dalam dunia perdagangan gas dan tidak ada terlibat ikut sebagai participacing interest di blok migas diseluruh dunia, serta tidak pernah tercatat juga sebagai mitra rekanan di ISC Pertamina.
Tentu kejadian ini agak membingungkan sebahagian pedagang gas internasional dan nasional.
Sikap PLN berminat atas tawaran Keppel Offshore and Marine bisa sangat benar dgn alasan dapat harga gas murah dan dapat menurunkan biaya produksinya dan akhirnya konsumen diuntungkan dgn harga jual listrik yang lebih murah.
Sebaliknya malah ada pertanyaan besar yang belum terjawab sampai saat ini , sejak Menteri ESDM Sudirman Said dan Jonan serta Wakilnya dan Direksi Pertamina sudah beberapa kali berkunjung Ke Timur Tengah, Iran, Irak, Saudi Arabia dan Qatar untuk merintis beli gas langsung ke produsennya.
Bahkan Menko Kemaritiman belakangan juga berkunjung ke Iran dan bahkan sangat optimis Pertamina akan memperoleh 2 blok migas di Iran dalam waktu dekat ini, bahkan katanya Wamen ESDM Achndra Tahar mengatakan “good news”, harapan kita mudah mudahan tidak “bed result”.
Saya hanya sedikit khawatir apa mungkin kedatangan perusahaan Singapura ini bisa mengulang cerita lama ketika sesaat beberapa hari setelah pelantikan Presiden Jokowi dan JK, tepatnya tanggal 31 Oktober 2014 kita dihebohkan oleh Perusahaan China Senangol bisa menawarkan minyak mentah murah 25% dari harga rata-rata di pasar.
Saat itu Wapres Anggola Manuel Domingus Vicente datang menjumpai Wapres JK dan menyaksikan tanda tangan MOU antara Pertamina dengan Sonangol EP yang konon kabarnya untuk merealisasikan rencana itu.
Saat itu juga beredar kabar Enggar Lukito sibuk mengawal China Senangol di Pertamina, bahkan Direktur Pemasaran dan Niaga saat itu Hanung Budya sangat optimis kerjasama antar kedua negara akan dipersembahkan dalam “joint agreement” antara Pertamina dengan Sonangol untuk merealisasikan proyek dihulu dan hilir seperti membangun kilang, bahkan Husein sebagai Plt Dirut Pertamina dengan lantang mengatakan bahwa dari kerjasama itu Indonesia 5 sd 6 tahun ke depan akan swasembada energi.
Tetapi belakang rencana itu tidak jelas ujungnya, bahkan terdengar juga kabar dibalik tawaran harga murah tersebut ternyata motif China Sonangol itu ingin menguasai penuh semua kebutuhan impor minyak mentah dan BBM Pertamina dengan mengkerdilkan fungsi ISC dan Petral.
Namun setahun kemudian kita mendapat kabar terakhir Mr Sam Pa telah ditangkap oleh penegak hukum negara Tiongkok pada tanggal 8 oktober 2015 atas kasus kejahatannya berdasarkan hasil penyidikan terhadap Gubernur provinsi Fujian yang merupakan pimpinan perusahan minyak BUMN China Sinopec atas kasus korupsi sehingga mudah-mugahan saja proyek LNG murah yang diusung perusahaan Singapura ini tidak berujung yang sama dengan cerita minyak mentah murah saat itu.