Jakarta, Indotimes.co.id – Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) mengadakan acara The Ensight dengan tema “Ketahanan Energi Nasional: Dimensi dan Indikator menuju Transisi Energi Indonesia untuk <span;>Net Zero Emission <span;>2060 ”. Acara ini dihadiri secara daring oleh Ketua Umum PYC, Filda C. Yusgiantoro yang memberikan <span;>opening remark<span;> dan Purnomo Yusgiantoro selaku pendiri PYC yang memberikan <span;>closing remark.<span;> Pembicara pada acara ini adalah Djoko Siswanto (Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional) dan Hardiv H. Situmeang (Ketua Komite Nasional Indonesia World Energy Council) dengan moderator Akhmad Hanan (Peneliti PYC).
<span;>Acara The Ensight kali ini mengambil topik Ketahanan Energi Nasional:<span;> <span;>Dimensi dan Indikator Menuju Transisi Energi Indonesia untuk Net Zero Emission 2060. Kegiatan The Ensight merupakan salah satu pra-event dari <span;>International Energy Conference<span;> (IEC) yang akan diselenggarakan secara daring pada 6 dan 7 Oktober 2021. Acara ini bertujuan untuk memberikan wawasan dan sebagai forum diskusi terkait topik di sektor energi antara kalangan muda maupun para ahli di sektor energi.
<span;>Acara ini dibuka oleh Ketua Umum PYC, Filda C. Yusgiantoro. Pada sambutannya, Filda mengatakan The Ensight kali ini mengangkat tema ketahanan energi karena PYC fokus pada penelitian di ketahanan energi dan perlunya pembahasan yang lebih mendalam terkait ketahanan energi di Indonesia. Lebih lanjut, Filda menjelaskan ketahanan energi didefinisikan dengan memperhatikan 4 dimensi yaitu terjaminnya ketersediaan energi, akses masyarakat terhadap energi, harga yang terjangkau serta penerimaan dari masyarakat.
<span;>”Harapan ke depannya, Indonesia dapat memperoleh skor yang lebih baik, karena pada tahun 2020 <span;>World Energy Council <span;>menetapkan Indonesia berada di skor 56 dari 100 berdasarkan penilaian <span;>energy trilemma index,” tegasnya.
<span;>Acara dilanjutkan dengan paparan dari pembicara pertama yaitu Djoko Siswanto, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Kementerian Energi dan Sumber Daya mineral. Djoko mengatakan definisi ketahanan energi yang ada di dalam PP No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional yaitu suatu kondisi terjaminnya ketersediaan energi, akses masyarakat terhadap energi pada harga yang terjangkau dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan hidup. Penilaian ketahanan energi menunjukkan mulai tahun 2016 sampai 2020 telah berada di kategori Tahan. Lebih lanjut, Djoko mengatakan bahwa untuk menuju transisi energi, Indonesia menargetkan di tahun 2025 EBT sebanyak 23% dari bauran energi nasional dan 31% di tahun 2050. Untuk menuju transisi energi dan <span;>net zero emission<span;> di tahun 2060, maka disusunlah Grand Strategi Energi Nasional (GSEN). Namun dalam mencapai visi dari GSEN tersebut masih terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi yaitu produksi minyak mentah yang turun dan untuk menghadapi hal tersebut SKK Migas memiliki program 1 juta barel minyak di tahun 2030. Selain itu Indonesia masih mengimpor BBM jenis gasoline dan untuk menuju transisi energi pemerintah memiliki kebijakan untuk menghilangkan jenis BBM yang berkualitas kurang bagus seperti premium. Tantangan lainnya adalah LPG masih impor, ekspor batubara yang tertekan dan insfastruktur gas dan listrik yang belum terintegrasi. Dalam mengatasi tantangan tersebut, pemerintah telah menyusun solusi atau program strategis salah satunya adalah mempercepat pemanfaatan pembangkit EBT sebesar 38 GW di tahun 2035.
<span;>Pembicara kedua adalah Hardiv H. Situmeang, Ketua Komite Nasional Indonesia World Energy Council yang mengatakan bahwa <span;>World Energy <span;>Trillema<span;> <span;>Index<span;> memiliki 3 pilar yaitu <span;>Energy Security, Energy Equity, dan Environmental Sustainability. <span;>Indeks ini telah ada sejak tahun 2010 dan telah digunakan oleh 128 negara. Lebih lanjut, Hardiv mengatakan bahwa selain tiga pilar tersebut, ditambahkan 1 pilar lagi yaitu <span;>country context<span;> yang bertujuan untuk menangkap perbedaan penting dalam hal kelembagaan maupun makroekonomi di setiap negara. Berdasarkan hasil <span;>Trilemma Index<span;> tahun 2020, peringkat sepuluh besar didominasi oleh negara OECD dengan peringkat tiga teratasnya adalah Swiss, Swedia, dan Denmark. Hardiv mengatakan emisi GRK di Indonesia masih mengalami kenaikan di tahun 2020, sehingga perlu menetapkan dekarbonisasi jangka panjang di sektor energi di Indonesia untuk mendukung NDC <span;>(Nationally Determined Contribution) <span;>Indonesia dalam mencapai target pengurangan emisi nasional.
<span;>Acara diakhiri dengan <span;>closing remark<span;> oleh Purnomo Yusgiantoro yang menyampaikan bahwa jika kita bicara mengenai <span;>energy resilience<span;> atau ketahanan energi di Indonesia selalu mengenai 4A yaitu <span;>availability, accessability, affordability, dan acceptability<span;>. Capaian NDC Indonesia masih dipertanyakan apakah mungkin untuk dicapai, sehingga untuk mencapainya diperlukan kerja keras dari berbagai pihak. Target RUEN masih perlu direvisi dan target RUED daerah harus segera diselesaikan. RUED merupakan terjemahan langsung dari RUEN, dari 34 provinsi masih terdapat 12 RUED yang harus diselesaikan.