UKM Sarung Asal Baduy Masih Terkendala Masalah Pemasaran

JAKARTA, Indotimes.co.id – Produk sarung seperti halnya batik, tampaknya sudah menjadi produk unggulan di hampir seluruh daerah di Indonesia. Banyak daerah menampilkan dan memproduksi sarung dengan aneka motif, corak dan warna yang menjadi ciri atau kekhasan daerah masing-masing. Tak terkecuali, suku Baduy yang tinggal di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

Salah seorang UKM perajin sarung asal Baduy bernama Jamal Setiabudi menjelaskan, bagi masyarakat suku baduy, menenun sarung sudah merupakan budaya warisan leluhur yang wajib dilestarikan hingga saat ini.

“Sudah menjadi tradisi di masyarakat Baduy, setiap anak berusia 9 tahun sudah diajarkan bagaimana menenun sarung. Membuat sarung bagi kami merupakan amanah leluhur,” kata pria  yang kerap disapa Kang Jamal.

Bahkan, lanjut Kang Jamal, di setiap acara sakral adat suku Baduy, memakai sarung merupakan kewajiban yang harus dikenakan.

“Jadi, bisa dikatakan bahwa hampir seluruh orang Baduy mampu membuat dan memproduksi sarung khas Suku Baduy. Bahkan, ada ritual khusus yang dijalankan masyarakat Baduy dalam membuat kain sarung,” kata Kang Jamal.

Baca Juga:  Inacraft On October 2023, Ini Dua UMKM Binaan BNI Xpora Yang Dikunjungi Presiden

Kang Jamal menambahkan, sarung khas Baduy dikenal memiliki beberapa motif unggulan. Diantaranya, Samping Poleng, Poleng Hideung (kotak-kotak besar), Poleng Capit Urang (kotak-kotak kecil), hingga motif Janggawari. “Harga sarung khas Baduy berkisar antara Rp250 ribu hingga yang termahal Rp1,7 juta yang motif Janggawari,” ucap Kang Jamal yang berdomisili di Kampung Kadu Ketug, Kabupaten Lebak.

Usaha sarung Kang Jamal sudah dimulai sejak muda dan turun temurun. Bahkan, 15 orang perajin sarung yang di bawah naungan Kang Jamal merupakan keluarga dekat. “Setiap keluarga di Baduy pasti memiliki kemampuan menenun kain sarung. Meski sebenarnya mayoritas masyarakat Baduy itu bertani. Tapi, kemampuan menenun sarung sudah menjadi tradisi yang takkan mungkin pernah hilang,” papar Kang Jamal.

Kang Jamal mengakui, masyarakat Baduy tak memiliki kendala dalam memproduksi (menenun) kain sarung, termasuk dalam menentukan motif dan coraknya. “Yang masih menjadi kendala para perajin kain sarung khas Baduy adalah pemasaran. Saat ini, kami benar-benar kebingungan bagaimana cara memasarkan produk sarung tenun khas Baduy ini,” ungkap Kang Jamal.

Baca Juga:  SKK Migas Libatkan Akademisi Dalam Proyek Kutei North Hub yang Digarap ENI

Memang, aku Kang Jamal, pihaknya mendapat binaan dari Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak dan Provinsi Banten. “Setiap acara-acara besar di kabupaten atau provinsi, perajin produk sarung tenun khas Baduy selalu diundang. Hanya saja, frekwensinya masih terbilang minim. Ikut pameran-pameran produk UKM di sana, ya paling satu tahun sekali,” kata Kang Jamal.

Sementara para perajin sarung khas Baduy terus memproduksi setiap harinya. Satu orang perajin mampu memproduksi satu sarung dalam seminggu. “Saya saja memiliki 15 orang, bisa dihitung berapa produksi kami dalam sebulan. Pernah satu waktu, produk kami menumpuk karena kami kebingungan dipasarkan kemana dan bagaimana caranya,” ujar Kang Jamal lagi.

Oleh karena itu, Kang Jamal menyambut baik gelaran Festival Sarung 2019 di Jakarta ini. “Bagi kami, acara seperti Festival Sarung ini merupakan peluang bagi pemasaran sarung tenun khas Baduy. Karena, kami memang benar-benar membutuhkan sarana pemasaran seperti pameran-pameran ini. Saya berharap ada bantuan program dari pemerintah agar kendala pemasaran sarung tenun khas Baduy bisa segera teratasi,” ujar Kang Jamal.

Baca Juga:  Menkeu Minta Penghasut "Rush Money" Segera Ditindak

Meski begitu, Kang Jamal mengakui bahwa dirinya kini tengah belajar pemasaran melalui sistem online. “Ya tapi harap maklum saja, kami kan tidak mengenal bangku sekolah. Jadi, belajar pemasaran online ini juga masih tahap-tahap dasar. Bahkan, di kampung kami tidak mengenal listrik. Bila ingin mencharge HP, kami harus berjalan jauh menuju terminal. Kami sepertinya butuh pelatihan mengenai pemasaran online,” katanya.

Selain kendala pemasaran, kata Kang Jamal, para perajin sarunf asal Baduy ini juga tengah memikirkan satu brand yang mampu menguatkan eksistensi sarung tenun khas Baduy. “Kami masih mencari satu nama yang pas dan cocok untuk menggambarkan brand produk sarung tenun khas Baduy,” ujar Kang Jamal.