JAKARTA, Indotimes.co.id – Aliansi Pemuda Mahasiswa Indonesia Raya (Alpalmar) mendesak otoritas bursa memberikan peringatan keras kepada manajemen PT Baramulti Suksessarana Tbk (BSSR) selaku induk usaha PT Antang Gunung Meratus (AGM), terkait penyerobotan lahan milik PT Tapi Coal Terminal (TCT) yang dilakukan PT AGM sehingga berdampak penutupan akses pelabuhan dan terhentinya aktivitas penambangan.

PT AGM sejak tahun 2011 telah menggunakan lahan seluas 2.000 meter per segi milik TCT yang berlokasi di Km 101, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan sebagai akses ke pelabuhan untuk mengangkut komoditas batu bara.

“Kami meminta perhatian otoritas bursa untuk bersikap tegas. BSSR dan anak usahanya PT Antang Gunung Merantus telah mengunakan tanah milik pihak lain sebagai jalan akses pelabuhan untuk mengangkut batu bara. Publik sebagai pemegang saham minoritas sangat dirugikan, karena akses ke pelabuhan ditutup dan aktivitas terhenti,” kata Ketua Alpalmar Martin Silitonga saat berorasi di depan Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, pada Rabu (15/12).

Baca Juga:  Merajut Rekonsiliasi di Bulan Suci, Ormas Keagamaan Berperan Penting

Martin mengatakan, penyerobotan lahan yang dilakukan BSSR dan PT AGM sangat merugikan publik selaku pemegang saham minoritas. Publik, lanjutnya, harus mendapatkan kepastian mengenai aktivitas perusahaan dan langkah-langkah konkret yang dilakukan untuk menyelesaikan persoalan ini. PT AGM yang sejak 10 tahun terakhir beroperasi di Kalimantan Selatan telah mengeruk hasil tambang berupa batu bara hingga mencapai 70 juta ton.

Di sisi lain, tambah Martin berdasarkan laporan PT TCT, Diskrimum Polda Kalimantan Selatan telah memasang police line dan menutup akses ke pelabuhan batu bara.

“PT AGM seharusnya memiliki itikad baik. Mereka bertanggung jawab atas penutupan akses dan terhentinya aktivitas penambangan. Berapa banyak pekerja yang menganggur?
Jangan hanya mengeruk kekayaan alam, tetapi perhatikan juga nasib pemegang saham minoritas,” tandasnya.