JAKARTA, Indotimes.co.id – Beyond Education Indonesia bekerjasama dengan Yayasan Pendidikan Astanara Keuskupan Atambua menyelenggarakan diskusi tentang implementasi merdeka belajar didaerah khususnya di wilayah perbatasan NKRI pada, Sabtu (26/11). Kegiatan di Atambua, wilayah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) – Republik Demokratis Timor Leste (RDTL) ini digelar dalam rangka memperingati Hari Guru Nasional 2022.
Diskusi dengan tema “Merdeka Belajar, Merdeka Mengajar di Perbatasan NKRI” menghadirkan narasumber Drs Vinsensius Brisius Leo yang saat ini menjadi Ketua Yayasan Pendidikan Astanara Keuskupan Atambua dan Fajar Muharam M.M, M.I.Kom selaku Co Founder Beyond Education Indonesia. Selain itu juga menghadirkan narasumber antara lain Ela Nurlaela, SH, M.I.Kom (Kepala Sekolah MTS Al-Fatah), Nur Syafitri S.Ikom (Kaprodi Broadcasting dan Perfilman SMK Taruna Bhakti Depok).
Founder Beyond Education Indonesia dan Beyond Borders Indonesia, Dr. Rahtika Diana, mengemukakan pentingnya mengangkat isu Pendidikan di wilayah perbatasan NKRI mengingat wilayah tersebut strategis sebagai beranda terdepan negara dan bagian dari sistem pertahanan nasional. Peningkatan sumber daya manusia didaerah tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan dan tentunya dengan konsep inti kurikulum merdeka belajar seharusnya kesenjangan pendidikan di berbagai daerah termasuk perbatasan NKRI dapat teratasi.
Untuk itu perlu kita amati seberapa siap para guru didaerah untuk mengimplementasikan kurikulum merdeka belajar dan apa saja yang menjadi kendalanya.
Menurutnya, Beyond Education Indonesia memberikan perhatian khusus pendidikan di perbatasan dengan kondisi yang pada umumnya memprihatinkan dari sarana prasarana yang tidak memadai, kurangnya motivasi peserta didik untuk belajar dan rendahnya kesejahteraan guru secara ekonomi. Keadaan ini berbanding terbalik kalau dilihat dari sekolah unggulan di kota-kota besar dengan fasilitas lengkap dan pembelajaran nyaman.
Lanjut Rahtika, Kurikulum merdeka belajar menjadi topik yang menarik dunia Pendidikan Indonesia saat ini karena fleksibilitas pembelajaran, fokus pada materi esensial dan menekankan pada pengembangan karakter peserta didik.
Hal yang perlu dipahami menurutnya, adalah kurikulum merdeka belajar berorientasi pada kebebasan berinovasi dan berkreatifitas bagi guru dan peserta didik.
Co Founder Beyond Education Indonesia,
Fajar M.M, M.I.Kom menambahkan, diskusi yang diselenggarakan ini sekaligus sharing session mengenai kurikulum merdeka belajar.
Bagaimana para guru khususnya di Atambua memahami konsep atau gagasan inti Merdeka Belajar dan mengidentifikasi kendala yang dihadapi.
Fajar menjelaskan, Kegiatan bertema pendidikan di daerah perbatasan ini sudah pernah dilakukan sebelumnya, di wilayah perbatasan lainnya, yakni di Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara. Dan tentunya akan diselenggarakan didaerah lain seperti Kabupaten Natuna, dll.
“Antusiasme masyarakat dengan kehadiran Beyond Education Indonesia di perbatasan NKRI menunjukkan bahwa pendidikan dan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut perlu mendapat perhatian khusus,” katanya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Pendidikan Astanara Keuskupan Atambua, Vinsensius Brisius, mengatakan
rendahnya literasi masyarakat dan masalah ekonomi menjadi hambatan bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang layak di Atambua.
Selain itu juga rendahnya kualifikasi dan kompetensi tenaga pendidikan dan kependidikan menjadi masalah tersendiri dan perlu segera diatasi.
“Gagasan Merdeka Belajar diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Atambua,” tandasnya.