JAKARTA, Indotimes.co.id – Kuasa hukum PT Bahana Line Gede Pasek Suardika (GPS) memastikan, tidak hanya mengemplang utang Rp 50 miliar namun manajemen PT Meratus Line ternyata pernah menargetkan pemilik dan Direksi PT Bahana Line untuk dikriminalisasikan.
Bahkan diduga berbagai cara telah dilakukan oleh perusahaan milik Charles Manaro itu untuk mempengaruhi aparat penegak hukum, meski secara pembuktian dianggap lemah.
“Ada arogansi dan rasa jumawa dengan kebesaran perusahaannya bisa mengatur aparat penegak hukum untuk memenuhi hasratnya mempidanakan pemilik dan direksi Bahana. Tapi kan alat buktinya lemah. Malah yang kuat itu, bukti Dirut Meratus, Slamet Raharjo yang terlibat penyekapan karyawannya di Perak. Hebatnya lagi walau sudah jadi tersangka di Polres KP3 Perak, kasusnya bisa menguap,” kata GPS kepada media di Jakarta, Sabtu (24/6).
Menurut GPS, bila ditelusuri awal mula ditargetnya pendiri dan direksi PT Bahana Line adalah ketika PT Meratus mulai ditagih utang-utangnya yang bernilai Rp 50 miliar lebih. Saat ditagih itulah, mereka justru melakukan laporan polisi dugaan penggelapan BBM ke Polda Jatim dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B/75.01/II/2022/SPKT/POLDA JAWA TIMUR tanggal 9 Februari 2022 dan pelapor atas nama Slamet Raharjo selaku Dirut PT Meratus Line.
Setelah berproses, ternyata berdasarkan bukti dan fakta yang ada, muncul 17 tersangka antara lain 12 dari oknum karyawan PT Meratus Line dan 5 orang oknum PT Bahana Line. Namun, manajemen PT Meratus Line tampaknya belum puas atas fakta tersebut.
Meskipun saat itu sudah ditetapkan 17 tersangka yang justru sebagian besar karyawannya sendiri. Manajemen Meratus justru tampak berusaha menarget pemilik dan Direksi PT Bahana Line. Kemudian, saat di BAP tambahan pada 26 September 2022, Slamet Raharjo secara khusus meminta agar pemilik PT Bahana Line Freddy Soenjoyo diperiksa karena tahun 2015 masih menjadi direksi, tidak hanya itu semua Direksi PT Bahana Line juga minta diperiksa kembali.
“Seakan mendikte penyidik, tapi faktanya akhirnya Direksi PT Bahana Line diperiksa semua bahkan ditelusuri uang tabungannya sejak 2015 hingga 2022 dengan menggerakkan PPATK segala. Kelihatan sekali nafsu untuk mempermalukan pemilik dan Direksi PT Bahana, dan bukan untuk kepentingan penegakan hukum. Sangat disesalkan catatan penuntut umum dan dilanjutkan penyidik itu mengikuti kemauan Slamet Rajarjo, tanpa menunggu hasil persidangan 17 tersangka saat itu,” ujar GPS.
Terkait dengan kondisi keuangan kliennya yang dibidik, baik Freddy Soenjoyo maupun direksi lainnya sangat clear tidak ada kaitan dengan Meratus. Bahkan Pak Freddy tertawa ketika dikejar keuangannya dengan cara begitu. Sebab sebagai salah satu pembayar pajak yang pernah mendapat penghargaan, semua tercatat dengan rapi.
Hanya saja ini soal marwah penegakan hukum. Bukan alat untuk mencari cari kesalahan apalagi niat mempermalukan seseorang.
“Sebagai penasihat hukum, saya menyesalkan karena mengkaitkan kasus yang sudah inkracht dengan mengobok-obok keuangan pribadi yang tidak terkait kasus tersebut adalah tidak pantas,” katanya.
Di samping itu, kata GPS, yang membuat aneh adalah dasar menelusuri aset pribadi petinggi Bahana ini sangat bertentangan dengan hasil putusan PN Surabaya yang sudah inkracht saat ini. Justru terungkap PT Bahana Line juga sama dengan PT Meratus Line menjadi korban. Terbukti juga pemilik dan direksi tidak tahu menahu soal pidana yang terjadi.
“Yang terungkap justru kelemahan internal manajemen Meratus, tetapi hal itu dijadikan salah satu alasan untuk tidak bayar utang ke Bahana dengan menarget petinggi Bahana lewat jeratan pidana. Maaf, ada kesan kuat penegak hukum diperalat untuk memenuhi ambisinya tersebut. Sebab perusahaan lain dimana ada masalah sama teryata tidak dimasalahkan Meratus. Saat sidang terungkap ternyata Meratus tidak punya utang dengan perusahaan tersebut,” ungkap GPS.
GPS menduga kuatnya Meratus mendikte penegak hukum terlihat dari keterangan di dalam BAP tambahan. Selain itu, anehnya, Slamet Raharjo mempermasalahkan tersangka yang ada dari jajaran direksi.
Padahal tersangka sekarang ini belum menyentuh Direksi. Sedang Ratno Tuhuteru yang sudah disebutkan oleh Sdr Edi Setyawan juga belum dipanggil. Saat dipanggil hanya ditanya urusan dengan Dody Teguh Perkasa dan David Ellis Sinaga yang versinya dari Bahana Line/Bahana Ocean Line.
“Hal yang aneh juga, pihak Meratus meminta kapal Bahana dan seluruh karyawan Bahana dijadikan tersangka penadahan. Tentu saja permintaan makin tidak masuk akal. Padahal fakta sidang nama yang disebut, Edi Setyawan justru menjelaskan tidak kenal dengan Direksi Bahana dan tidak pernah bertemu juga serta tidak terkait dengan kasusnya,” katanya.