JAKARTA, Indotimes.co.id – Rencana pengambilalihan 51 persen saham (divestasi) PT Freeport Indonesia tidak akan terwujud karena tidak pendanaan yang cukup.
Bahkan kasus Freeport menjadi ajang pencitraan murahan elite pemerintahan dengan berpura pura nasionalis.
“Jurus omong kosong Menteri ESDM Ignatius Jonan ini juga harus dihentikan. Omong kosong terlalu banyak akan mempermalukan bangsa dan negara Indonesia dihadapan orang luar,” kata peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (15/10).
Pemerintah dinilai tidak konsisten antara apa yang diucapkan dengan realisasi pelaksanaanya.
“Setiap masalah dengan Freeport selalu berakhir dengan deal yang menjijikkan. Antara kata dan perbuatan pemerintah tidak sama,” kata Salamuddin.
Dalam prakteknya, pengambilalihan saham Freeport dengan kepemilikan 51 persen nanti pemerintah tidak akan pernah mendapatkan sebesar itu. Bahkan sampai kontrak PT Freeport Indonesia berakhir, pemerintah tidak akan punya saham sama sekali.
“Akan tetapi segelintir oligarki kekuasaan akan punya saham. Apa dasarnya ? Pemerintahan sedang kere mana mungkin beli saham senilai Rp100 triliun. Besar kemungkinan yang terjadi jual beli kebijakan untuk kepentingan pribadi seperti yang terjadi sekarang dalam kasus freeport,” ujarnya.
Selain itu, perubahan kontrak karya menjadi IUPK diyakini tak akan berlangsung mulus. Freeport berpikir ulang untuk mengubah kontrak karya menjadi IUPK dalam situasi politik indonesia yang rawan dengan perubahan kebijakan. Jadi perubahan ini akan memghadapi masalah yang besar dan tidak akan berjalan. “Padahal perubahan kontrak karya menjadi IUPK telah memberi freeport keleluasaan mengeksploitasi tambang hingga 20 tahun ke depan. Itu saja sudah melanggar rasa keadilan rakyat,” ujarnya.
Dalam tiga tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak ada kemajuan sama sekali soal pembangunan smelter Freeport.
Dalam tiga tahun terakhir tidak ada progres pembangunan smelter. Pemerintah memberi kesempatan lima tahun lagi dengan cara melanggar UU minerba.
“Pelanggaran yang akan terus berulang ulang dimasa mendatang dalam bentuk yang sama. Deal deal tertutup yang merugikan negara,” kata Salamuddin.
Dia menegaskan, di depan media massa Menteri ESDM Ignatius Jonan memperlihatkan wajah nasionalis, sok keras dan sok tegas kepada Freeport. Namun faktanya pemerintah justru memberikan toleransi kepada Freeport untuk tidak menjalankan kewajiban kepada Negara Indonesia sebagaimana UU yang berlaku. “Lebih menjijikkan lagi sudah mendiscont berbagai kewajiban yang harus dilakukan oleh peruhsaan tambang tersebut, eh malah Freeport menolak tindakan murahan pemerintah. Malu kan,” katanya.