JAKARTA, Indotimes.co.id – Banyaknya aksi terorisme akhir-akhir ini membuat Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) terus mengajak pemuda Indonesia untuk bangkit melawan radikalisme.
Hal tersebut dikatakan Deputi Bidang Pengembangan Pemuda Kemenpora Asrorun Niam dalam Diskusi Forum Kepemudaan ke-2 di Kantor Kemenpora, Senayan, Jakarta, Selasa (22/5).
Nian yang menjadi nara sumber pada diskusi yang mengambil tema “Saatnya Pemuda Bangkit Melawan Radikalisme” itu, menyampaikan diskusi ini sangat relevan dengan situasi akhir-akhir ini yang tercederai oleh terusiknya rasa aman masyarakat dengan munculnya terorisme di Surabaya dan daerah lain.
Fakta bahwa ternyata para pelaku terorisme banyak usia-usia muda tidak dapat dipungkiri. Sedikit jumlahnya akan tetapi dampaknya dapat mempengaruhi populasi yang mayoritas, karena memang rasa aman menjadi hal yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Karakter pemuda adalah peletak tonggak perubahan. Spirit dan semangat mengoreksi itulah jika tidak pada arah dan pemahaman yang tepat menjadi sumber permasalahan,” kata Niam.
Niam menambahkan
Momentum Kebangkitan Nasional harus dimaknai sebagai semangat perjuangan untuk terus menjaga persatuan dan kebersamaan sebagaimana diwariskan Boedi Oetomo 1908 dan Sumpah Pemuda 1928. Begitu juga dengan kemajuan teknologi, harus mampu dipakai untuk merajut kebhinekaan menjadi kesamaan pandang tentang Indonesia yang sama-sama kita cintai.
“Era digital, internet, dan media sosial perlu disadari bahwa jika tidak dimanfaatkan dengan baik justru menjadi sumer-sumber informasi yang digemari anak muda yang didalamnya ada hal-hal radikalisme dan terorisme. Perlu ada restorasi atau pemulihan jalan berfikir, tidak cukup dengan pendekatan politik, penghukuman, dan pembatasan, tetapi harus ada penyadaran,” tandasnya.
Sementara dua nara sumber yang berasal dari kalangan mahasiswa, Ketua Umum DPP IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) Ali Muthohirin serta Wakil Sekretaris Jenderal PB PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Muhammad Nur sepakat bahwa potensi radikalisme dikalangan anak muda khususnya mahasiswa itu ada akibat globalisasi yang melanda seluruh belahan dunia termasuk Indonesia.
Untuk mengarahkan anak muda tidak harus dengan pelarangan-pelarangan karena dengan demikian terkadang justru memompa daya dobrak semangat berontaknya. Sebaliknya perlu ruang-ruang publik untuk diskusi dan kebebasan berekspresi namun tetap dalam kendali nasionalisme.