Cambridge, Indotimes.co.id – Senyum Bahagia terpancar dari wajah Isaskar Mambrasar (76 tahun), ketika mengikuti setiap prosesi acara wisuda di Universitas Harvard Amerika Serikat. Anaknya berhasil menggondol gelar Master dalam bidang Pembangunan Manusia & Psikologi dari Universitas Harvard dan menjadi anak Papua Pertama juga satu-satunya yang pernah kuliah di Kampus Top Dunia di negeri Paman Sam tersebut.

Isaskar Mambrasar mengisahkan bahwa ia telah memupuk impian anaknya untuk dapat belajar di kampus top dunia sejak dini. Walaupun hidup di bawah garis kemiskinan dengan penghasilan yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, tetapi pendidikan tetap harus menjadi prioritas. Bahkan Isaskar meletakkan prinsip kepada anak-anaknya untuk tidak bolos sekolah sama sekali, walaupun hari itu mereka belum tau akan makan apa.

“Kami bahkan tidak memiliki listrik di rumah, dengan penghasilan saya yang cuma 100 ribu per bulan, isteri saya terpaksa ikut banting tulang bekerja memenuhi kebutuhan keluarga, dengan cara berjualan makanan kecil di pasar, dan anak-anak saya ikut membantu, sambil belajar,” Ujar Isaskar dalam rilis wawancara.

Isaskar Mambrasar mengajar sebagai guru tidak tetap di Sekolah Yayasan Pendidikan Kristen, mengampu mata pelajaran Agama, Bahasa Inggris dan Kewarganegaraan. Tidak berpenghasilan tetap, bagi Isaskar pendidikan adalah pengabdian dan tugas utama memanusiakan manusia adalah tugas mulia yang diembannya. Di awal-awal karirnya sebagai guru honorer, Isaskar hanya dibayar 100 ribu rupiah per bulan yang dicukup-cukupkan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Baca Juga:  Menpora Hadiri Peringatan Hari Konstitusi di Gedung MPR RI

Isaskar Mambrasar lahir di Serui, Papua, pada tanggal 10 Februari 1947, dan mengenyam Pendidikan di Jaman belanda. Sekolah dasarnya dihabiskan di Sekolah Rakyat yang dilanjutkan di West New Guinea Training School, Doyo Baru, Jayapura – Papua. Beliau kemudian melanjutkan pendidikannya di Institut Seni Jogjakarta, tetapi tidak menyelesaikan pendidikannya karena kekurangan biaya.

“Orang tua saya tinggal di kampung, di Wapoga, perbatasan antara Nabire dan Waropen, dan dengan pekerjaan sebagai petani dan nelayan, mereka tidak memiliki kemampuan finansial untuk meyokong pendidikan saya. Sehingga saya melakukan berbagai pekerjaan di tanah jawa, untuk dapat bertahan hidup, mulai dari jadi supir, tukang jual buku, hingga tenaga pengamanan atau satpam. Saya terpaksa berhenti kuliah karena tidak cukup uang,” Ungkap Isaskar Mambrasar

Isaskar kemudian memutuskan kembali ke Papua dan mengabdi sebagai tenaga Pendidik. Impiannya adalah untuk mendirikan Lembaga Pendidikan yang dapat memberikan Pendidikan gratis, bagi anak-anak Papua, mengingat kesulitan yang dihadapinya ketika menempuh Pendidikan dulu dan ingin agar lebih banyak lagi anak-anak Papua dapat sekolah. Isaskar menjadi guru honor, setelah mengikuti pelatihan wajib mengajar oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kala itu, hingga menggondol sertifikat mengajar. Karena tidak memiliki Pendidikan formal, Isaskar tidak pernah menjadi seorang PNS.

Baca Juga:  RumaTani E-Grocery Baru, Rambah 4 Kota Sudah 10.000 Warung  Siap Bergabung

“Bagi saya, mengajar adalah mengabdi, sehingga berapapun uang yang saya dapat, saya terima dengan rasa syukur. Bahkan uang honor saya, sering saya gunakan untuk membantu anak-anak murid saya yang kesulitan kala itu. Misalnya, ada yang tidak memiliki sepatu, dan malu ke sekolah, padahal dia anak cerdas, saya bantu belikan sepatu agar dia dapat bersekolah lagi, sehingga terkadang uang gaji saya habis, dan akhirnya kami sekeluarga bergantung makan kepada hasil jualan isteri saya di Pasar,” cerita Isaskar.

Mulai mengajar di Sekolah Yayasan Pendidikan Kristen, Isaskar juga membuka pusat Pendidikan Nonformal untuk mengajarkan Bahasa Inggris dan pengembangan karakter, yang akhirnya menjadi cikal bakal Yayasan Kitong Bisa. Hingga kini, Yayasan Kitong Bisa telah mendidik ribuan anak Papua yang telah berhasil bekerja dan berprofesi di berbagai sektor.

Sejak kecil, anak-anak Isaskar dimotivasi untuk menempuh Pendidikan setinggi-tingginya. Bahkan walaupun hanya dengan pelita dan lilin, anak-anak dimotivasi untuk tetap belajar dan rajin membaca buku. Mereka sejak dini, dimotivasi untuk berkuliah di kampus top dunia. Isaskar percaya bahwa bagi mereka dari daerah tertinggal dan ekonomi lemah, akan ada jalan yang terbuka untuk anak-anaknya dapat menempuh Pendidikan setinggi-tingginya. Dengan koleksi buku-buku yang disimpannya dari pekerjaan lamanya sebagai tukang jual buku, Isaskar memperkenalkan Pendidikan luar negeri kepada anak-anaknya, seperti Universitas Oxford dan Harvard.

Baca Juga:  Presiden Buka Tanwir Ke-51 Muhammadiyah di Bengkulu

Dengan motivasi agar belajar dengan keras, walaupun dalam keterbatasan, semua anak-anak Isaskar Mambrasar berhasil kuliah ke luar negeri, bahkan ke kampus terbaik dunia, dengan beasiswa. Ada yang sekolah di China, Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat. Pada tanggal 26 Mei 2022, salah satu anaknya, Billy Mambrasar berhasil menyelesaikan pendidikan di Harvard, kampus yang melahirkan Presiden Amerika Serikat terbanyak, peraih nobel, bahkan penemu Microsoft dan pembuat facebook. Bahkan putranya ini menjadi putra Papua yang pertama dan satu-satunya yang berkuliah di Kampus ternama dunia ini.

Kisah Isaskar menjadi inspirasi bagi semua bahwa keterbatasan tidak akan pernah menjadi penghalang bagi siapapun yang ingin maju dan berhasil. Isaskar juga memberikan pesan bahwa Pendidikan menjadi jalan yang dapat merubah kehidupan seseorang, menjadi lebih baik.