JAKARTA, Indotimes.co.id – Minggu ini menandai 74 tahun sejak RRI memproduksi siaran radio pertamanya pada tahun 1945. Peringatan hari jadi yang penting itu diwarnai serangkaian program tanggap bencana yang disiarkan stasiun radio ini dalam beberapa minggu terakhir.
Program baru yang dinamakan ‘Kentongan’ itu secara resmi digulirkan saat peringatan hari jadi RRI pada Rabu, 11 September 2019.
Mohammad Rohanudin adalah pimpinan tertinggi stasiun radio ini. RRI saat ini menghadapi tantangan memitigasi kebencanaan yang bisa jadi belum pernah dihadapi dalam 74 tahun sejarahnya.
“Walaupun terlambat, Radio Republik Indonesia begitu sangat penting mendedikasikan diri untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang aman. Selalu mencerdaskan masyarakat sangat penting bagi kita semua,”kata Direktur Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI, Mohammad Rohanudin.
Menurutnya, Radio Republik Indonesia memiliki lebih dari 100 stasiun dan menjadi satu-satunya lembaga penyiaran yang memiliki tanggung jawab sosial, terutama menghadapi bencana.
Dalam program barunya ini, RRI akan menggandeng jaringan radio komunitas yang ada di Indonesia.
“Mereka nanti akan ter-connect dengan Pusat Pemberitaan di Pro3 Live agar semua kebutuhan masyarakat tentang kebencanaan bisa terpenuhi dalam program Kentongan,” ujarnya.
Indonesia, kata Rohanuddin termasuk RRI adalah Laboratorium bencana. Artinya RRI juga menjadi pusat Laboratorium Bencana.
“Semua punya andil, kami punya media untuk menginformasikan. Semua harus bersinergi. Terima kasih atas semua apresiasi. Kami mohon dengan 8 ribu angkasawan RRI kita berdoa untuk Indonesia yang baik. Merah Putih didada kita,” pungkasnya.
Kenapa Kentongan?
Program tanggap bencana Kentongan ini bermula pada tahun 2018 sewaktu serangkaian bencana melanda negeri ini. Pada 28 September 2018, RRI Palu sempat berhenti mengudara selama 45 menit setelah guncangan kuat gempa yang turut mematikan aliran listrik. Stasiun radio yang berada di Jalan Kartini Palu itu kemudian mampu mengudara dengan menggunakan fasilitas mesin pembangkit listrik yang dimiliki.
Berita orang hilang pun mewarnai siaran RRI di Palu Sulawesi Tengah pasca Gempa Bumi dan Tsunami pada tahun itu.
Peran strategis RRI Palu dalam merespon bencana karena kemampuan radio mendistribusikan informasi-informasi yang sangat dibutuhkan masyarakat itu dikisahkan Sinam M Sutarno.
Sinam Sutarno, Ketua Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI) yang saat bencana itu terjadi itu sedang ada di Palu mengatakan “RRI Palu saat itu sekaligus menjadi lokasi warga masyarakat kota Palu mencari sumber aliran listrik untuk mengisi perangkat telepon selular
atau senter pada saat listrik padam di palu selama berhari-hari,”
Kisah dan kesaksian peran radio kebencanaan dilontarkan sejumlah lembaga terkait kebencanaan dan beberapa penyintas bencana dalam sebuah acara Focus Group Discussion (FGD) persiapan program acara baru di RRI bernama “Kentongan” di kota Solo Jawa Tengah.
Menurut Direktur Program dan Produksi RRI, Soleman Yusuf Program ini memang diilhami dari NHK Jepang. Dua hal yang ingin kami dapatkan yakni bagaimana memberikan edukasi secara konsisten kepada masyarakat dan merubah kebiasaan dimasyarakat melalui siaran-siaran Kentongan.
“Di Jepang ketika dibunyikan alarm, mereka berhamburan namun mereka tahu kemana mereka akan pergi,” ujar Soleman Yusuf.
“Kenapa kami pakai Kentongan dan kenapa Radio. Alasannya karena ketika bencana terjadi alat-alat canggih tidak berfungsi. Yang bisa didapatkan justru dari Radio dari Baterai bukan melalui internet,” tambahnya.
Di Indonesia, masyarakatnya terutama di Pulau Jawa, sudah sejak lama mengenal Kentongan sebagai alat komunikasi.
“Alat ini digunakan untuk mengambil keputusan secara cepat agar mengurangi resiko bencana. Upaya RRI mengenalkan kembali Kentongan, bisa jadi secara fisik disediakan di rumah-rumah patut diapresasi,”ujar Sinam Sutarno.
Dengan program ini, RRI menurutnya bisa mengambil peran agar “diskusi tentang megatrust di selatan Pulau Jawa misalnya tidak berhenti pada rasa takut tapi bisa mengubah kebiasaan masyarakat agar mereka tahu apa yang harus dilakukan,” ujarnya.
Apresiasi juga disampaikan oleh BMKG, BNPB, BPBD, PVMBG, Basarnas, Telkom termasuk kalangan seniman.
“Kami juga punya program kebencanaan di webside kami. Kami punya aplikasi playstore MAGMA INDONESIA. Peringatan yang disampaikan dari 74 pos pemantau di Gunung-Gunung perlu cepat disampaikan ke masyarakat.RRI bisa bersinergidengan kami,”ujar Kasbani, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).
Tantangan kedepan yang harus dijalani RRI, terlebih lembaga ini sudah masuk era disrupsi adalah mengemas konten siaran Kentongan yang mengedukasi dan mudah diterima masyarakat.
Kentongan itu menurut Ir Warseno Hardjodarsono, M.Si. sangat unik, menarik dan mengembalikan kita ke masa lalu.
“Kentongan merupakan ingatan kita untuk lebih waspada,” katanya.
Menurut pedalang yang lebih dikenal dengan sebutan Ki Warseno Slank, Bunyi kentongan yang merupakan sandi, seperti doro muluk, titir, kentong sepisan, dan sambang menjadikan RRI bukan hanya menyajikan siaran bencana saja tapi juga menjadi penyelamat bangsa..Yang bisa mempersatukan Indonesia itu. RRI punya potensi itu.