JAKARTA, Indotimes.co.id – Guru Besar Hukum Pidana, Prof Andi Hamzah menyebut Presiden Joko tidak bisa menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk menganulir UU KPK.
“Tidak perlu. Tidak bisa. Apa alasannya,” tegas Andi ketika dikonfirmasi wartawan, Kamis (10/10).
Menurut Andi, tak ada alasan kuat bagi Jokowi untuk menerbitkan Perppu. Dia menyarankan agar Jokowi tidak meneken pengesahan UU tersebut.
“Ini kan UU KPK sudah disahkan DPR, ya presiden tunda saja, jangan tanda tangan dulu, gitu kan,” sambungnya.
Jalan lain adalah, Jokowi mengembalikan kembali UU revisi itu ke DPR untuk diperbaiki lagi.
“Kalau perlu kembalikan ke DPR perbaiki yang diprotes orang,” paparnya.
Jika Perppu diterbitkan, disebut Andi justru Jokowi menyalahi Undang-Undang Dasar.
“Tidak perlu (penerbitan Perppu). itu malah menyalahi Undang-Undang Dasar, karena UU sudah disahkan DPR. Kalau perlu ya tidak usah ditandatangani dulu, kirim kembali ke DPR baru. Tolonglah keadaan mendesak perbaiki dulu ini,” ulangnya lagi.
Guru Besar Universitas Trisakti Jakarta itu menyatakan, UU KPK revisi itu bisa saja dikembalikan namun dengan syarat belum diteken oleh Jokowi.
“Bisa. Asal presiden tidak tanda tangani dalam waktu 30 hari, sejak disahkan,” terangnya.
Dan jika UU KPK revisi itu ternyata sudah diteken Jokowi, maka jalan lain adalah dengan membuat perubahan undang-undang.
“Rancangan perubahan UU. Diubah lagi. Kan bisa, bikin rancangan perubahan UU. Misalnya UU sudah berlaku, ya buat lagi mengubah UU pasal-pasal tertentu, bisa saja toh,” sebutnya.
Adapun langkah mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK), diterangkan Andi upaya itu juga tidak bisa dilakukan, karena UU KPK itu belum diundangkan.
“Kalau Judicial review itu harus sudah diundangkan dulu, belum diundangkan apa alasanya minta ke MK. Harus diundangkan dulu, kasih nomor, diajukan ke MK. MK bisa mengatakan ada pasal tertentu tidak bisa, bertentangan dengan hukum, ya toh,” jelasnya.
Ketika kembali ditegaskan mengenai bisa tidaknya Jokowi menerbitkan Perppu, mantan Jaksa ini mengatakan meski penerbitan Perppu adalah hak prerogatif presiden, namun hal itu tidak bisa dilakukan.
“Justru bisa dituduh melanggar Undang-Undang Dasar,” pungkasnya.