OTT Pungli Pelabuhan, Sofyano: Keberadaan Koperasi TKBM Harus Tinjau Ulang

JAKARTA, Indotimes.co.id – Pengamat kebijakan publik  Sofyano Zakaria mengaku prihatin masih maraknya praktik pungutan liar (pungli), menyusul terbongkarnya tindak pidana yang dilakukan sebuah koperasi di dalam wilayah administrasi pemerintah.

“Ini sangat aneh, kok sebuah koperasi bisa melakukan pungutan di dalam wilayah adminsitrasi pemerintah. Jika ini merupakan pungutan liar tentu ini bisa berjalan dengan dukungan oknum pemerintah dan mungkin juga aparat,” kata Sofyano di Jakarta, Minggu (19/3/2017).

Pernyataan Sofyano Zakaria yang juga Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) tersebut menangggapi operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pihak Bareskrim Polda Kalimantan Timur (Kaltim) atas praktik pungli yang dilakukan oleh Koperasi Komura, sebagai TKBM (Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat) di terminal peti kemas (TPK) Palaran, Samarinda, Kaltim, Jumat (17/3).

Dalam aksi penggerebekan atau OTT pungli di Pelabuhan tersebut disita kardus berisi uang tunai Rp 6,1 miliar.

Menurut Sofyano, pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus tersebut yaitu Menteri Perhubungan karena yang punya kebijakan dan operasional di wilayah pelabuhan adalah Menteri Perhubungan.

Baca Juga:  Presiden Prabowo Sebut Mentan Amran Bawa Misi Mulia Untuk Ketahanan Pangan

“Menteri Perhubungan adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap kebijakan dan operasional di wilayah pelabuhan. Dan aneh juga jika pihaknya tidak tahu bahwa di wilayah terjadi hal seperti ini,” ujarnya.

Untuk itu,  Sofyano menegaskan, Menteri Perhubungan harus meninjau ulang keberadaan koperasi semacam itu di wilayah pelabuhan. Karena praktik-praktik yang mereka lakukan hanya akan menambah mahal biaya logistik.

“Ini termasuk soal dweling time yang sangat disorot Presiden. Jadi Menko Maritim juga harus turun tangan pula,” ujarnya.

Menurut dia, keberadaan Koperasi TKBM perlu ditinjau ulang kewenangan dan manfaatnya buat tenaga bongkar muat. “Apalagi jika di sebuah pelabuhan sudah menggunakan alat bongkar muat modern, lalu apa maksudnya masih ada Koperasi TKBM. Polisi harus membongkar tuntas hal ini,” kata Sofyano.

Sebelumnya diketahui, seratus personel dari Bareskrim, Ditreskrimsus Polda Kaltim, Brimob, dan Polresta Samarinda, Polda Kaltim yang dikerahkan telah berhasil menggelandang lima belas orang yang diduga terlibat Pungli ke markas Satuan Brimob Detasemen B Polda Kalimantan Timur, Jalan Sultan Hasanuddin, Samarinda.

Baca Juga:  Implementasi Sila 1 Pancasila, Kebebasan Beragama Hak Konstitusional yang Harus Dihormati

Penangkapan dilakukan mulai pukul 09.00 WITA pagi di kawasan TPK Palaran dan ditemukan sejumlah buruh di pelabuhan yang diduga mekalukan pungli.

“Semua berawal dari laporan masyaraka ke Bareskrim Polri dan Polda Kaltim. Banyak sekali laporan yang kita terima, lalu kita selidiki. Sehingga, diputuskan melakukan langkah penindakan di pelabuhan peti kemas di Palaran,” kata Kapolda Kalimantan Timur Irjen Pol Safaruddin kepada wartawan, di mako Brimob Detasemen B Samarinda.

Ia mengungkapkan, biaya yang dikeluarkan untuk jasa buruh bagi pengguna jasa cukup tinggi dibanding Surabaya yang hanya Rp 10.000 per kontainer.

“Kalau di pelabuhan peti kemas Palaran, mulai Rp 180.000 per kontainer ukuran paling kecil. Ada kenaikan 180 persen,” ujar Safaruddin.

Menurut Safaruddin, seharusnya TPK Palaran sudah menggunakan mesin crane. Namun faktanya di lapangan, tetap diminta bayaran oleh buruh yang cukup tinggi.

Baca Juga:  Idul Adha sebagai Ajang Memperkuat Nilai Kemanusiaan dan Halau Radikalisme dan Terorisme

“Kegiatan buruh ini, di bawah pengelolaan Komura, sebagai TKBM (Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat). Jadi, secara sepihak tarif cukup tinggi. Padahal koperasi, tidak melakukan kegiatan buruh, tapi meminta bayaran,” ujarnya.

Setelah ke TPK Palaran, tim dikawal Brimob bersenjata, bergerak menuju kantor Komura, di Jalan Pelabuhan. Di Komura, petugas melakukan penggeledahan, menyusul indivasi yang didapat dari kawasan TPK Palaran.

“Karena buruh dibawahi koperasi (Komura), maka kita melakukan penindakan di koperasi. Kita sita uang tunai Rp 6,1 miliar di ruang bendahara dan 3 unit CPU. Akan terus berkembang nanti. Terlebih lagi, beberapa aset, dan jumlah dana yang sudah dihimpun dari aktivitas itu,” ujar dia.

Pihaknya mengamankan 15 orang dan kini masih dalam pemeriksaan sehingga akan diketahui siapa saksi, siapa jadi tersangka.

“Tindakan pertama ini, terhadap pegawai-pegawai Komura, tentang darimana aliran dana dan tujuannya,” kata. (chr)