Pengacara Terdakwa: Dokumen PPATK Bukan Untuk Dibocorkan di Persidangan

SURABAYA, Indotimes.co.id – Pengacara karyawan PT Bahana Line yang menjadi terdakwa, Gede Pasek Suardika (GPS) memprotes dan mengingatkan upaya Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang membuka data intelejen Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ke publik karena hal itu dilarang dan dianggap bisa sebagai perbuatan pidana.

“Saya ingatkan di forum sidang ini sesuai Pasal 11 ayat 2 UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang laporan PPATK adalah bersifat Inteligential Financial Unit (IFU) dan yang membuka terancam hukuman 4 tahun penjara termasuk juga bagi penyidik, penuntut umum, hakim maupun siapapun orang yang mendapatkannya,” kata GPS di Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa (31/1).

Di luar persidangan, GPS menjelaskan, agar proses hukum ini berjalan sesuai koridor hukum yang berlaku. Dokumen PPATK itu, sifatnya confidential dengan ancaman pidana karena itu semua harus diujikan di penyelidikan dan penyidikan dengan alat bukti sesuai KUHAP.

“Jangan buat framing tanpa check and crosscheck karena angka berapapun transaksinya harus dikonfirmasi dulu dengan nama yang disebut. Bukan begitu saja data mentah lalu dibawa ke pengadilan. Kacau sistem hukum kita nanti dan ini melompati kewenangan PPATK,” kata mantan ketua Komisi 3 DPR RI tersebut.

Baca Juga:  Anggaran Dipangkas, Kemenkop Tetap Komit Bangun Daerah Perbatasan

GPS menegaskan, dokumen PPATK itu sifatnya IFU sehingga dipakai pengembangan dipenyelidikan dan penyidikan bukan untuk dibocorkan di persidangan.

“Kami mengingatkan kalau tanpa izin PPATK itu bisa terancam 4 tahun termasuk penegak hukum yang teledor tersebut. Itukan bukan bukti tetapi untuk membantu penegak hukum mencari alat bukti yang sesuai dengan KUHAP. Sama dengan dokumen BIN itu untuk info awal yang harus diolah lagi untuk bisa menjadi bukti hukum. Penegak hukum harus taat azas. Saya hanya mengingatkan,” ujar GPS.

Usai mendapatkan protes dan diingatkan dasar hukumnya, upaya itu pun langsung diurungkan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ketua Majelis Hakim Sutrisno juga menyatakan tidak selalu surat dinilai sebagai alat bukti karena nanti akan dinilai sesuai dengan aturan yang berlaku maupun keyakinan hakim.

Sebelumnya, JPU perkara 17 terdakwa penggelapan bahan bakar minyak (BBM) membatalkan membuka data intelejen dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Padahal, data yang hendak dibuka JPU yang diklaimnya sebagai aliran dana mencurigakan yang bernilai miliaran rupiah.

Upaya membacakan hasil laporan PPATK ini dilakukan oleh JPU Estik Dilla dan jaksa Uwais Deffa, di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (30/1/2023).

Baca Juga:  Kominfo Ajak Masyarakat Selamatkan Laut dari Sampah Plastik

Kedua jaksa tersebut awalnya menanyakan pada saksi Freddy Soenjoyo, yang menjabat sebagai Komisaris Utama di PT Bahana Line, tentang pengetahuannya atas transaksi keuangan yang dilakukan oleh direktur Bahana Line berinisial HS dan RT.

”Transaksi tersebut patut diduga hasil penjualan BBM dari Meratus,” ujar jaksa Uwais membacakan berkas laporan PPATK.

Sementara itu, saksi Freddy Soenjoyo yang juga Komisaris Utama dan pemegang saham PT Bahana Line menyampaikan tidak habis pikir kenapa dijadikan sebagai saksi oleh penuntut umum yang ternyata itu atas permintaan keterangan pelapor Dirut PT Meratus Slamet Rahardjo. Padahal, semua peristiwa penggelapan BBM yang melibatkan oknum karyawan PT Bahana Line dan karyawan PT Meratus Line tidak diketahuinya.

“Saya heran kenapa sengaja dijadikan saksi yang ternyata hanya untuk agenda menyenangkan seseorang. Padahal saya sebagai Komisaris Utama tidak tahu urusan teknis operasional,” kata Freddy Soenjoyo.

Dalam sidang sebelumnya 1 saksi dari PT Meratus Line mengungkap fakta bahwa selama ini tidak pernah ada masalah kerja sama antara PT Meratus Line dengan PT Bahana Line soal suplai BBM. Saksi bernama Basuki yang menjabat sebagai Manajer Bunker and Networking itu justru menjelaskan, jika suplai BBM ke bunker selama ini aman dan sudah sesuai standart operasional prosedur atau SOP. Katanya saat memberikan keterangan bersama 6 saksi lain yang berasal dari karyawan PT Meratus.

Baca Juga:  Silang Monas Padat, Massa Aksi Damai Terus Bergerak dari Bundaran HI

“Saya (pengecekan) berdasarkan dokumen sudah sesuai, ada suplai report, data dari flowmeter, research for bunker dan tagihan dari vendor, sudah sesuai, maka saya menyimpulkan ya sudah sesuai,” ujarnya, Kamis (26/1) malam di Pengadilan Negeri Surabaya.

Dia menegaskan, pengecekan data tidak hanya dilakukan oleh dirinya. Namun, bagian purchasing dan finance atau keuangan juga turut melakukan prosedur pengecekkan. Apablia tiga bagian ini sudah melakukan pengecekan dan menganggap data sudah sesuai dan benar, maka proses pendistribusian BBM yang terjadi dianggap sudah benar.

“Artinya jika data sudah sesuai, maka (proses) yang terjadi sudah dianggap benar,” ungkapnya.

Saat dikonfirmasi apakah pernah mendapati adanya kejanggalan dalam pendistribusian BBM selama ini, Basuki memastikan, selama dirinya bertugas, tidak pernah menemukan kejanggalan yang dimaksud oleh jaksa.

“Sampai Januari 2022 saya tidak mendapati adanya kejanggalan itu. Hingga akhirnya dihubungi oleh atasan untuk mengumpulkan seluruh kru bunker,” katanya.