Tangerang, indotimes.co.id- Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul sarankan Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) untuk mengevaluasi kinerja Sekretaris Daerah Provinsi Banten Al Muktabar. Menurutnya, Sekda Banten gagal mengorganisir dan menerjemahkan kebijakan Gubernur dan Wakil Gubernur.
“Dinamika di Pemprov Banten mulai dari beberapa kasus korupsi dan mundurnya 20 ASN di Dinkes, maka saya kira Gubernur Banten perlu mengevaluasi kinerja Sekda Al Muktabar. Sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Sekda gagal mengorganisir dan menerjemahkan kebijakan Gubernur dan Wakil Gubernur,” ungkap Adib Miftahul dalam siaran pers yang diterima indotimes.co.id.
Menurut akademisi Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang itu, ada beberapa catatan kegagalan Sekda Al Muktabar yang menunjukkan ketidakmampuan ketika menjadi Panglima ASN Pemprov Banten.
“Pertama, ingat dulu mengendapnya Kas Pemprov yang tertahan di Bank Banten sekira Rp 1,5 triliun, ini kan keteledoran. Sekda tidak cermat dalam mengurusi kebijakan keuangan. Sekda dan Tim Anggaran Pemprov seharusnya sudah bisa membaca kinerja keuangan Bank Banten, sehingga bisa antisipasi untuk segera memindahkan RKUD,” ungkapnya.
Kedua, lanjut Adib, perjanjian pinjam uang dari PT SMI yang awalnya tidak ada bunga alias 0% tetapi akhirnya ada bunga sampai sekira 6% ini kan juga patut dipertanyakan, kenapa bisa begitu?
“Ini lagi-lagi menurut saya blunder Sekda sebagai ketua Tim Anggaran yang tidak cermat dalam berkomunikasi dengan PT SMI serta tidak jeli dalam membaca perjanjian dan proyeksi keuangan termasuk imbasnya nanti. Apalagi peminjaman uang dengan bunga 6% itu guna pembiayaan kesehatan, infrastruktur, pendidikan dan perkim,” jelasnya.
Catatan ketiga, lanjut Adib, sebagai panglima ASN Nomor 1 gagal mengatur alur bagaimana perencanaan keuangan terkait DBH (dana bagi hasil) ke pemerintah daerah. Malah sampai ditegur oleh Kemendagri karena lambannya DBH dibagikan. Ini kan soal terlambatnya DBH sangat berpengaruh terhadap pembangunan di Pemkot dan Pemkab di Banten.
“Padahal Pemkab dan Pemkot harus berjuang keras, extraordinary saat pandemi,” ungkapnya.
Keempat, lanjut Adib, kondisi internal Pemprov Banten itu sendiri, yang terjadi baru-baru ini ketika mundurnya 20 ASN Dinkes. Ini juga bentuk akumulasi dari kegagalan Sekda dalam menjaga ritme organisasi dan tidak mampu mengelola harmonisasi internal di Pemprov Banten.
“Bagaimana mau mengurusi eksternal (masyarakat, red) kalau internalnya ternyata kedodoran?” ungkapnya.
“Padahal, saat ini pemangku kepentingan dituntut cepat, tegas, terukur alias extraordinary melakukan penyelesaian kebijakan-kebijakan saat fokus di pandemi,” tambahnya.
Masih menurut Adib, urgensi Gubernur Banten untuk segera mengevaluasi kinerja Sekda terkait juga dengan masa transisi kepemimpinan 2022-2024, dimana ada kemungkinan Sekda menjabat sebagai PJ Gubernur.
“Saya tidak membayangkan selama 2 tahun masa transisi PJ, Banten akan dipimpin oleh seorang yang saya anggap gagal dalam menjalankan fungsi Sekretariat Daerah,” tegasnya. (SYA)