JAKARTA, Indotimes.co.id – Sejumlah kalangan mempertanyakan masih terdapat puluhan ribu desa belum merdeka dari kegelapan di usia Kemerdekaan RI ke-72 tahun.
Tingginya data rasio eletrifikasi yang mencapai 93 persen yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak mencerminkan kondisi sebenarnya.
Pakar energi dari UI Prof Iwa Garniwa menyoroti rasio elektrifikasi yang merupakan data terkait keberhasilan kelistrikan tersebut.
“Memang yang mempunyai data tentang rasio elektrifikasi adalah Pemerintah, walau saya tidak yakin dengan angka 93 persen. Karena harus dilihat keberlanjutan melistriki desa, bukan hanya memasang listrik dengan berbagai sumber listrik saja. Bagi saya yang namanya ratio elektrifikasi adalah sejumlah masyarakat Indonesia yang sudah menikmati listrik secara kontinyu atau berlanjut dan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat tersebut,” ujar Iwa dalam keterangannya di Jakarta, Senin (23/10).
Iwa menegaskan, berdasarkan informasi program melistriki desa banyak yang gagal menjaga kesinambungannya. Sehingga masyarakat atau desa tersebut bisa dianggap sudah memenuhi rasio elektrifikasi.
“Sekarang ini, Pemerintah melalui Kementerian ESDM melakukan peningkatan rasio elektrifikasi dibantu oleh PLN, demikian juga Kementerian desa tertinggal.
Namun sepertinya tidak terkoordinasi dengan baik dan konsep melistriki masih dengan melakukan cara konvensional yang membutuhkan biaya tinggi,” kata Iwa.
Profesor Iwa mengatakan, perlunya dilakukan terobosan baru untuk melistriki desa atau warga yg belum mendapatkan listriknya.
“12.000 desa tidak sedikit, tapi tidak banyak dibandingkan dengan masyarakat yang sudah mendapatkan listrik,” ujar Iwa.
Sementara itu, pengamat energi Sofyano Zakaeia mengatakan, hingga kini masih ada 452 desa di Kalimantan Barat yang belum mengenal listrik. Mereka harus rela hidup dalam kegelapan.
“Listrik masih merupakan impian bagi rakyat di 452 desa di Kalimantan Barat. Namun hingga saat ini belum juga terwujud, kita prihatin dan meminta pemerintah segera memenuhi permintaan rakyat di sana,” kata Sofyano.
Menurut Sofyano, jumlah desa yang ada di Kalimantan Barat sebanyak 2.381 desa, artinya ada sekitar 19 persen desa yang belum menikmati listrik di Kalimantan Barat.
Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) ini mengemukakan, dengan adanya desa yang belum dialiri listrik, juga hanya menikmati listrik pada malam hari saja di Kalimantan Barat, menjadi aneh dan memalukan, karena Kalimatan Barat adalah wilayah NKRI yang berbatasan langsung dengan dua negara lain yakni Malaysia dan Brunei.
“Ini sangat memalukan bagi bangsa ini karena Kalimantan Barat bertetangga langsung dengan Malaysia dan Brunei yang kehidupan rakyatnya terang benderang berlimpah listrik. Secara psikologis dan politis ini memalukan buat kita,” ujar Sofyano.
Dia menambahkan, Pemerintah dan PLN harus memanfaatkan kemampuan pengusaha daerah Kalimantan Barat yang punya kemampuan finansial untuk membangun pembangkit listrik kapasitas kecil di setiap desa.
“Pengusaha daerah banyak yang mampu dan mau menyediakan pembangkit listrik tenaga diesel yang khusus dioperasikan di setiap desa. Harusnya Pemerintah dan PLN jeli melihat hal ini, paling tidak ini bisa untuk solusi jangka pendek,” katanya.