Ribka Tjiptaning Ajak Rumah Sakit Ciptakan Kesehatan yang Berkeadilan
Ribka Tjiptaning dari Fraksi PDI Perjuangan, Komisi-IX DPR RI

JAKARTA, Indotimes.co.id – Tiga Tahun Pemerintahan presiden Jokowi, masih nampak ketidakadilan dalam bidang Kesehatan. Hingga jelang akhir 2017, pelayanan kesehatan harus terus ditingkatkan karena 31% peserta program JKN tidak puas pada pelayanan.

Kasus rawat inap di Rumah Sakit mencapai 4,02%. Kunjungan di Klinik Pratama 72,8% dan perkembangan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut berada di angka 21,56%.

Masalah yang sering dihadapi oleh pasien adalah lama dan berlikunya prosedur untuk mendapatkan tindakan medis, minimnya ruang perawatan intensif, tidak sesuainya jumlah ketersedian tempat tidur di Rumah Sakit dengan jumlah penduduk, obat tak tersedia di apotik Rumah Sakit & banyaknya penolakan pasien dari keluarga miskin yang bahkan sampai mengakibatkan korban jiwa.

Di berbagai daerah termasuk di kota-kota besar, pasien yang sudah dalam keadaan sakit berat masih harus bolak-balik ke Rumah Sakit, meski tak ada jaminan pasien tersebut mendapatkan tindakan medis dan masuk ruang perawatan intensif sesuai diagnosa dokter. Ini jelas bertolak belakang dengan Pasal 34 ayat 2 UUD ’45 yang menyebutkan “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.”

Baca Juga:  Kemenpora Gandeng BRI Terbitkan Afinity Card Brizzi untuk Kartu Pegawai

Ketidak tersediaan  tempat tidur untuk kelas 3 di Rumah Sakit & penyebarannya di daerah juga belum sesuai dengan jumlah penduduk sehingga peserta Jaminan Kesehatan Nasional tidak memiliki hak yang sama dengan yang berada di ibukota dan sekali lagi bertolak belakang dengan Pasal 34 ayat 3 UUD ’45 yang berbunyi “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.”

Di satu sisi, Kemenkes RI persilakan Rumah Sakit mencari keuntungan meski tetap tidak boleh melupakan fungsi sosial. Di sisi yang lain, ada Rumah Sakit yang tidak diberi izin operasional oleh dinkes karena menggratiskan pasiennya.

Padahal mulai dari parkir,  sampai dengan obat yang diberikan itu tidak dipungut bayaran sepeser pun.

Di saat yg bersamaan, ada Rumah Sakit yang memberikan resep obat tapi ternyata obat itu tidak tersedia di apotik di dalam Rumah Sakit tersebut. Sehingga pasien harus membeli obat di luar yang tidak masuk dalam kategori yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

Baca Juga:  MPO jadi Ujung Tombak Kemenangan Golkar di Pemilu 2024

Kasus Debora juga menyadarkan kita bahwa sudah saatnya Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus tegas pada Rumah Sakit baik itu swasta maupun Negeri, agar tidak lagi berulang kejadian yang sama di Republik ini.

Karena itu, melalui rilis berita yang diterima redaksi indotimes.co.id pada hari Senin ((13/112017). Dr. Ribka Tjiptaning P., AAK dari Fraksi PDI Perjuangan, Komisi-IX DPR RI  menegaskan agar ada perubahan pola pikir dan tindakan dari tenaga medis, rekan sejawat, pengelola Rumah Sakit, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat agar bukan hanya pola promotif, preventif dan kuratif yang dilakukan secara maksimal, tapi juga :

  1. Menambah tempat tidur untuk kelas 3.
  2. Menambah ruang perawatan intensif.
  3. Memberikan izin pada Rumah Sakit dan Klinik di daerah yang mau membantu Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah.
  4. Memberikan sanksi keras pada Rumah Sakit yang menolak pasien, termasuk mencabut izinnya.
  5. Memanusiakan pasien agar secara psikologis, pasien optimis diobati meski baru bertatap muka dengan tenaga medis dan dokter.
Baca Juga:  Provinsi Banten Masuki PSBB Jilid 9

Ribka Tjiptaning juga mengajak pada seluruh elemen yang tergerak mengabdi di bidang kesehatan agar tidak lagi memperdebatkan pelayanan dan fasilitas kesehatan karena keduanya sudah tercantum dalam UU no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU no. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, sehingga tinggal diaplikasikan bersama-sama agar tercipta KESEHATAN YANG BERKEADILAN bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali.