Sejalan dengan Dasar Fikih, Jokowi Diminta Yakin Sahkan UU KPK

JAKARTA, Indotimes.co.id – Presiden Joko Widodo alias Jokowi harus tetap pada keputusannya untuk mengesahkan Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi. Pengesahan itu dianggap bisa mengangkat maruah Jokowi dan penerapannya sesuai dengan dasar konsep fikih.

Pengamat Politik Hukum Bambang Saputra mengatakan, Jokowi tidak perlu terjebak dengan polemik pro dan kontra UU KPK hasil revisi. Sebab, pembentukan Undang-undang tersebut merupakan hasil musyawarah antara pemerintah dengan DPR sebagai wakil rakyat.

“Pandangan semacam itu saya sampaikan bukan tanpa alasan, akan tetapi secara teori politik hukum Islam didasari pada satu kaidah Usul Fikih yang berbunyi, hukum asal segala sesuatu adalah tetap dalam keadaannya semula, dan sesuatu yang yakin tidak dapat hilang hanya dengan keraguan,” kata dia dalam keterangan yang diterima, Sabtu (12/10).

Bambang menilai hukum itu harus merujuk pada keyakinan. Bambang menginginkan Jokowi untuk tetap berpegang pada keyakinannya dan tidak boleh melihat kepada keraguan.

Baca Juga:  Menyambut Tahun Baru Islam dan Hari Anak Nasional: PLN Bagikan Kado untuk 400 Anak Yatim Dhuafa

Hal ini merujuk saat presiden telah menunjuk Menteri Hukum dan Ham serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sebagai wakil pemerintah dalam pembahasan RUU KPK di DPR sehingga akhirnya disahkan menjadi Undang-undang. Artinya Jokowi sudah berkeyakinan UU KPK itu dapat menyelesaikan persoalan-persoalan korupsi di negeri ini.

“Atas dasar itu setelah RUU KPK disahkan, maka sekarang Presiden Jokowi tidak boleh ragu-ragu, apalagi menyesal sehingga berwacana akan menerbitkan Perppu tentang KPK hanya karena desakan-desakan kelompok tertentu yang mengatasnamakan kepentingan rakyat,” tambah Ketua Dewan Pakar Lembaga Aspirasi dan Analisis Strategis (LANDAS) Indonesiaku itu.

Mengeluarkan Perppu, kata Bambang, bagi Jokowi seperti menjatuhkan wibawa kepala negara. Perkataan Jokowi, kata Bambang, seperti pepatah “pagi kacang, sore tempe”, yang berarti bahwa presiden tidak konsisten dalam mengambil kebijakan.

“Kemungkinan berbuntut akan menjadi bahan tertawaan dunia luar. Bahkan bukan hanya sampai di situ, efek dominonya adalah enggannya para investor luar yang ingin berinvestasi di negeri ini dan secara ekonomi bangsa kitalah yang dirugikan,” kata dia.

Baca Juga:  JPU Hadirkan 5 Saksi pada Sidang Ahok