JAKARTA, Indotimes.co.id – Keterlibatan Equinoc (Equipment and Sport Aparel Industry Associaton of Indonesia) di tengah penyelenggaraan pesta akbar PON XX Papua 2021 menambah daftar jumlah UMKM olahraga yang bergabung dengan Sportbloc.
Asosasi ini memiliki hampir 200 anggota yang menjadi pemegang merek apparel olahraga (sports wear) lokal yang tersebar di Indonesia.
“Terima kasih kami sudah dibuka kerja sama KONI dengan Sportbloc, dibantu untuk menjual produk-produk apparel olahraga member kami. Yang saya tahu Sportbloc, segmentasinya sesuai dengan apa yang kita lakukan, marketplace khusus peralatan dan pakaian olahraga. Terima kasih juga untuk PWI,” kata Sekretaris Jendral Equinoc, William Socrates, saat berbincang dengan awak media di Media Center Jakarta untuk PON XX Papua, di JHCC Senayan, Jakarta, Rabu (5/10).
William atau disapa Willy mengatakan, kehadiran Equinoc sejak sekitar Januari 2018 diawali keresahan yang sama dirasakan beberapa pemilik bisnis sports wear brand dalam industri yang sudah lama hadir, namun dirasa kurang bergensi.
“Memang 85 persen appareal pakaian olahraga, kebutuhan yang paling besar dan keberagaman brand ada di appareal, jadi kenapa? karena seperti sekarang pakaian bola futsal, olahraga lari dan segala macamnya itu yang jadi utama,” tuturnya.
Berbicara tentang apparel, ia memandang saat ini bukan zamannya bangga ketika merek-merek tertentu ternyata buatan Indonesia.
“Saya beli bajunya inter milan, saya beli bajunya Manchester United made in Indonesia kalau menurut kami, itu sudah lewat masanya. Tapi kini jauh-jauh ke Amerika ada brand Indonesia, itu yang mau kita majukan,” terang Willy pula.
Pasar apparel olahraga di Indonesia bisa dikatakan tumbuh pesat. Uniknya dari pasar Indonesia yang selama ini dikenal sebagai negara produsen, baju olahraga bisa dipesan khusus atau custom, bahkan harganya murah. Bandingkan pasar di luar negeri seperti Amerika, untuk pembelian apparel custom bisa mencapai lima kali lipat dari harga normalnya.
“Jadi keunikannya, market-marekt di Indonesia sudah suka memesan pakaian olahraga dengan desain mereka sendiri, itulah kenapa marketnya sangat besar. wow gw mau desainnya mirip dengan MU, Persib Bandung, bahkan wajah orangtua kita dibikin baju, karena alatnya sudah mudah didapat,” ujar Willy.
Meski hingga sekarang didominasi merk pakaian olahraga, kata Willy, keanggotaan Equinoc tidak menutup pintu buat peralatan olahraga lainnya. “Kalau ada pameran besar-besaran kita bisa undang makin banyak, karena kita sudah menghitung Indonesia kira-kira ada 700 brand, dan ini tidak akan mungkin stop, pasti akan lebih karena nggak susah bikin brand pada akhirnya,” ungkapnya.
Sportbloc menilai meskipun baru beranjak ber-UMKM, pasar apparel anggota Equinoc sudah mencakup level atas dengan kualitas premium, menengah hingga bawah. Pemasarannya memang masih ritel secara online di marketplace Tokopedia, Shopee atau Bukalapak.
“Kami di Sportbloc melihat pasar yang cukup besar untuk dilakukan secara corporate. Jadi memang pemesan corporate baik klub, Liga 3 saja tidak kurang dari 700 brand. Di situlah ceruk pasar yang dilihat Sportbloc dan LPDUK, karena memang dengan korporasi kita bisa menghimpun dana cukup besar, kemudian secara value dan administrasi pemesanannya memang agak ribet, mulai dari katakanlah saya memesan untuk BUMN apa, pakai kerah atau tidak, tinggal klik warnanya apa, bahannya. Jadi selama ini mereka menjalani pakai nekad, mabok tapi duitnya gede. Ini yang kita lihat,” kata CEO Sportbloc, Ndang Mawardi.
“Jadi kita di sportbloc tidak akan berkompetisi dengan Tokped, Shopee dan lain-lain itu e-commerce yang sudah berjalan,” imbuhnya.
Harapkan Dukungan Pemerintah
Sekretaris Anggota Wantimpres, Ganjar Razuni memuji Equinoc telah melakuukan satu langkah terobosan luar biasa. Hal ini patut didukung pemerintah, badan, ataupun lembaga, termasuk soal pajaknya. “Misalnya ada keringanan pajak, bisa diusulkan kepada instansi yang berwenang.
Nah, keringanan itu bentuk dukungan nyata pemerintah terhadap potensi-potensi milenial yang saya katakan punya nilai-nilai luar biasa, bisa memberikan terobosan-terobasn dan menghasilan keekonomian secara general, dan ini juga bentuk upaya kita mendorong berkembangnya industri olahraga,” tutur peraih doktor bidang ilmu politik di Universitas Nasional ini.
Ganjar sependapat kini saatnya brand-brand olaraga Indonesia go internasional. “Brand kita perkenalkan, dan memperjuangkan tegaknya branding ini bagian dari nasionalisme olahrga kita, NKRI. Pikirannya harus di balik. Ketika kita ke Amerika, kita mengagungkan produk Indonesia. Salah satu ciri kebesaran negara di dunia itu adalah produknya di luar negeri,” tuturnya.
Di satu sisi diakuinya memang banyak peralatan olahraga beredar di pasar Indonesia masih impor, salah satunya di cabang olahraga sepatu roda. “Terkait alat-alat olahraga, apakah sudah dipikirkan bagaiana kita bisa, paling tidak, lembaga yang Adinda pimpin ini bisa mendapat kesempatan harga murah dan terjangkau, atau bila perlu produk dalam negeri pasti alasannya bahan baku. Pertanyaan apa iya bahan baku tidak ada?” tanya mantan ketua harian Penfurus Besar
Persatuan Olahraga Sepatu Roda Indonesia ( PB Porserosi) kepada William.
Ganjar mewakili pemerintah juga ingin tahu hambatan-hambatan yang selama ini dihadapi anggota-angota Equinoc.
“Mudah-mudahan ini merupakan masukan yang harus kita perbaiki, dan InsyaAllah kita bantu demi berkembangnya usaha-usaha seperti ini, industri dalam negeri olahrga nasional,” tandasnya.
Menurut William, ketersediaan bahan-bahan baku berkualitas menjadi hambatan terbesar anggota Equinoc yang mayoritas pelaku usaha UMKM. Sebab, hal ini berkaitan kapital besar, daya beli tinggi sedangkan pasar Equinoc cenderung pembeli produk-produk denan harga terjangkau.
“Memang akibatnya member kita banyak berantem di harga kompetitif. Artinya semakin kompetitif harganya, semakin tidak bagus kualitasnya karena menyesuaikan dengan profit yang akan diambil, dan untuk membeli bahan baku berkualitas pasti ada minimal order yang sangat besar, balik lagi kita UMKM yang mungkin memulai bisnisnya dengan modal nol, modal desain-desain,” urainya.
William berharap ke depannya pemerintah bisa memfasilitasi Equinoc untuk berdiskusi dengan kalangan produsen tekstil. “Mungkin kita tidak membeli dalam jumlah besar tapi anggota kita banyak, kebutuhan pasti banyak, itu bagi-bagi. Itulah asosiasi ini kita bentuk untuk nanti memfasilitasi agar bisa mendapatkan bahan baku berkualitas yang masih bisa ecer,” jelasnya.
Selain itu juga tentunya terkait bantuan hukum dan keuangan. William mengungkap para pelaku usaha UMKM ini ‘buta’ pembukuan keuangan. “Berani minjam ke bank tapi nggak tahu pembukuan yang baik, mungkin kantong kiri kanan, akibatnya merugi, umurnya tidak lama. Butuh pelatihan-pelatihan sampai jahit berkualitas seperti apa sih,” ucapnya menanggapi pertanyaan Ganjar.