JAKARTA, Indotimes.co.id – Keterangan dua saksi yang dihadirkan di Pengadilan Negeri Surabaya diketahui bernama Irwan Bahrudin dan Aryo sebagai karyawan tetap PT Meratus Line dengan jabatan Technical Superintendent mendapat pertanyaan tajam dari salah seorang pengacara terdakwa, Syaiful Maarif.
Dalam keterangannya sebagai saksi, keduanya menerangkan mendapat tugas dari manajemen PT Meratus Line untuk melakukan penghitungan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) pada kapal-kapal milik PT Meratus Line.
Namun kedua saksi mengaku tidak mengetahui bahwa kapal yang ditelitinya tidak masuk dalam perkara dugaan pidana penggelapan BBM. Atas ketidak tahuannya itu, Syaiful lalu membeberkan daftar nama sejumlah kapal yang masuk dalam perkara ini. Dimana, dua kapal yang diteliti keduanya dipastikan tidak masuk dalam daftar kapal yang diperkarakan. Sebab kapal yang diteliti keduanya adalah berasal dari Jakarta, sehingga vendor pengisi BBM juga berasal dari Jakarta.
“Kapal yang diteliti berlayar dari Jakarta, berarti mengisi BBM juga dari Jakarta, jadi vendornya juga bukan dari Surabaya,” kata Syaiful Maarif, Kamis (19/1).
Dengan demikian, Syaiful menegaskan, artinya keterangan saksi kali ini juga tidak terkait dengan fakta karena menceritakan soal proyek di kapal yang justru vendornya bukan Bahana.
Hasil dari penelitian kedua saksi disampaikan sebagai hasil yang dipakai untuk menghitung kerugian oleh auditor internal. Padahal, kapal itu vendornya bukan dari Surabaya. Sehingga tidak ada korelasi dan setelah dicek tidak ada hasil yang lain.
“Sehingga, contoh yang digunakan dipukul rata. Mereka punya 60 kapal, yang masuk (perkara pidana) itu 40, yang disebutkan tiga itu tidak ada disitu,” ujarnya.
Dalam kesaksian awal, diterangkan oleh saksi Irwan. Ia pun menerangkan, bahwa dirinya bertugas melakukan monitoring operasional kapal supaya bisa berlayar. Terkait dengan hal ini, ia mengaku diberi perintah pimpinannya, untuk ikut berlayar di Kapal Wainampu.
“Saya diinstruksikan pimpinan, disuruh ikut berlayar untuk memastikan konsumsi BBM di Kapal Wainampu,” ungkap Irwan.
Irwan menambahkan, dalam penelitiannya itu, ia mengaku ikut kapal berlayar dari Jakarta menuju Surabaya. Perjalanan itu ditempuh selama 30 jam. “Satu hari dari Jakarta ke Surabaya. Saya ikut kapal berlayar. Setelah di laut lepas baru melakukan perhitungan,” tambahnya.
Ia juga sempat menjelaskan metode perhitungan yang dilakukannya. Kapal yang ditelitinya menggunakan tangki harian. “Saya menghitungnya per jam, saya kasih garis, turunnya berapa, baru diakhir kita lakukan perhitungan. Saya hanya menghitung konsumsi, dikroscek dengan laporan kapal,” ucapnya.
Dari perhitungan yang dilakukannya, terdapat selisih penggunaan BBM. Hasil temuan ini pun, dilaporkan pada atasannya.
Pengacara Syaiful Maarif soal standar operasional prosedur (SOP) untuk menghitung BBM maupun soal standarisasi kapal dapat dikatakan boros atau irit, Irwan mengakui tidak ada. “Tidak ada, tapi menghitung berdasarkan riil laporan,” ujarnya.
Sementara itu, saksi Aryo juga menerangkan hal yang sama dengan Irwan. Ia mendapatkan tugas untuk menghitung jumlah konsumsi BBM namun pada kapal milik Meratus yang berbeda. Kapal yang ditelitinya bernama Meratus Waigeo.
Pada kapal tersebut, Aryo juga menjelaskan temuannya soal selisih BBM yang dipakai di kapal tersebut. Hasil selisih BBM itu pun lalu dilaporkannya pada manajemen.
Menanggapi pertanyaan terkait vendor penyuplai BBM kapal tersebut, Aryo juga mengakui hal itu dilakukan oleh vendor dari Jakarta. Demikian pula saat ditanya mengenai penyebab dari selisih BBM hasil temuannya, Aryo mengaku tidak tahu.
“Pengisian dari vendor Jakarta. Saya tidak tahu penyebab selisihnya apa. Yang saya lakukan hanya pasang alat untuk memastikan agar tidak ada transfer BBM,” ungkap Aryo.
Namun saat ditanya soal hasil penelitian mereka yang dipakai sebagai dasar audit oleh auditor internal PT Meratus Line, baik Irwan maupun Aryo sama-sama membenarkan bahwa mereka pernah dimintai keterangannya oleh auditor internal.
Aryo bahkan memastikan, bahwa salah satu auditor yang menanyainya adalah Fenny yang sebelumnya bersaksi di persidangan. “Pernah dimintai keterangan oleh auditor internal. Salah satunya oleh bu Fenny,” tegasnya.
Syaiful pun menegaskan, bahwa jika penelitian kedua saksi yang dianggapn tidak kompeten itu digunakan, maka hasil audit yang digunakan oleh PT Meratus Line sebelumnya pun secara hukum dianggapnya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Audit internal mereka secara hukum tidak dapat dipertanggungjawabkan. Karena juga hanya berdasarkan asumsi,” ungkapnya.
Terkait dengan perkara ini, ia menjelaskan bahwa keterangan saksi sebelumnya yang berusaha menumpahkan kesalahannya pada PT Bahana Line secara korporasi adalah tidak tepat. Sebab, dalam perkara ini oknum karyawan Meratus dan oknum karyawan Bahana lah yang bermain.
“Keterangan saksi kali ini juga tidak terkait dengan fakta karena menceritakan soal proyek di kapal yang justru vendor nya bukan Bahana,” ungkapnya.
Sebelumnya, pada sidang Selasa (17/1) lalu, baik kesaksian Dirut PT Meratus Slamet Raharjo maupun Audit internal Fenny lebih banyak terkesan menyudutkan PT Bahana secara korporasi. Slamet bahkan sempat menyebut, bahwa karyawannya yang bernama Edi Setyawan menerima langsung sejumlah uang dari Bahana.
Sedangkan Fenny sendiri, juga sempat mengakui, soal perhitungan kerugian yang awalnya ditaksir mencapai Rp501 miliar, melorot menjadi Rp94 miliar setelah dicecar oleh para pengacara terdakwa. Fenny juga mengakui jika metode audit yang dilakukannya lebih banyak berdasarkan asumsi.