JAKARTA, Indotimes.co.id– Salah satu upaya pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas adalah dengan memastikan negara memberikan perlindungan terhadap mereka dari aspek keamanan. Untuk keperluan itu, Menteri Sosial Tri Rismaharini meluncurkan alat bantu Gelang untuk Penyandang Disabilitas Rungu dan Wicara (GRUWI).
GRUWI diluncurkan sebagai respon terhadap situasi rentan yang mungkin dihadapi oleh penyandang disabilitas rungu dan wicara. Ancaman keamanan atau keselamatan yang mereka hadapi bisa berupa tindakan kejahatan/kriminalitas atau bahaya lainnya.
Dalam keterangannya, Mensos menyampaikan inovasi tersebut berangkat dari kegelisahannya mendapati kasus rudapaksa yang banyak menimpa anak-anak disabilitas rungu dan wicara.
“Jadi, ini adalah salah satu bentuk kegalauan saya terhadap banyaknya anak-anak tunawicara diperkosa. Itu salah satu alasan kenapa saya dorong teman-teman menciptakan (alat bantu) ini,” kata Mensos dalam peluncuran GRUWI di Jakarta, Senin (3/7).
Selain kasus rudapaksa, bahaya kecelakaan di jalan, seperti tertabrak atau tersambar kereta api, juga menjadi pertimbangan. Pengalaman nyata tentang penyandang disabilitas rungu dan wicara tersambar kereta api pernah terjadi saat Risma menjadi Walikota Surabaya, beberapa tahun lalu.
Hal ini mendorong Mensos dan staf melakukan reka cipta alat bantu ini. “Alasan itu yang kemudian mendorong saya meminta staf untuk menciptakan alat bagi saudara-saudara kita tunawicara, maupun tunarungu,” ucap Mensos.
Lebih lanjut, Mensos menjelaskan cara kerja GRUWI yang dikenakan pada pergelangan tangan penggunanya. Ketika mereka merasa panik terhadap suatu hal, mereka dapat menekan tombol pada GRUWI sehingga ia mengeluarkan suara sebagai isyarat permintaan akan pertolongan pada orang-orang di sekitarnya.
Selain itu, alat bantu ini juga dapat menangkap sensor lain, yaitu sensor gerak. Sensor ini menimbulkan getaran yang bisa dirasakan penggunanya ketika terjadi hal-hal yang membahayakan mereka.
“Misalnya, ada kendaraan melintas, dia gak liat atau gak dengar peringatan dari orang-orang di sekitarnya, maka alat yang menempel di pergelangan tangannya ini akan berfungsi sebagai sensor gerak yang memberikan getaran sebagai isyarat untuk segera menghindar,” kata Risma.
*Hak Paten*
GRUWI bukan terobosan pertama yang diinisiasi Mensos. Sebelumnya, terdapat tongkat adaptif yang diciptakan guna membantu aksesibilitas para penyandang disabilitas netra.
“(Gelang) ini bukan (alat bantu) pertama (yang kami ciptakan). Kami pernah membuat tongkat adaptif untuk tunanetra. Jadi, gelang ini produksi Kemensos. Idenya dari saya dan diterjemahkan oleh teman-teman,” ucapnya.
Lantaran pengerjaan keduanya dilakukan langsung oleh Kemensos, bahkan melibatkan disabilitas itu sendiri, Risma menyebut perlunya inovasi tersebut dipatenkan sebagai hak cipta Kemensos sebelum diperbanyak produksinya.
“Nanti akan kita patenkan, baik nasional, maupun internasional. Tapi, ke depan, ini masih harus disempurnakan (fungsi dan fiturnya) untuk membantu melindungi anak-anak kita, tunarungu dan wicara,” katanya.
Sebelumnya, tongkat adaptif telah dipatenkan keberadaannya sebagai hak cipta Kemensos bersamaan dengan kunjungan Mensos Risma dalam Forum Dialog _Committee on the Rights of Persons with Disabilities_ (CRPD) di Jenewa, Swiss, pada 18 Agustus 2022 lalu. Untuk itu, mantan Walikota Surabaya ini menyatakan hal yang sama perlu dilakukan pada inovasi alat bantu GRUWI.
Pada kesempatan yang sama, Mensos juga menyerahkan 6 buah GRUWI kepada 5 penyandang disabilitas penerima manfaat dari Sentra Terpadu “Inten Soeweno” (STIS) di Cibinong dan 1 buah GRUWI kepada Ketua Komisi Nasional Disabilitas (KND) Dante Rigmalia.
Adapun, saat ini, GRUWI diproduksi oleh STIS di Cibinong dan Sentra Terpadu “Prof. Dr. Soeharso” di Surakarta. Selanjutnya, GRUWI akan diproduksi lebih banyak lagi melalui 31 Sentra/Sentra Terpadu dan 6 Balai Besar Kemensos di seluruh Indonesia, seiring dengan berjalannya proses hak paten dan hak cipta produk inovasi di Kementerian Hukum dan HAM.