JAKARTA, Indotimes.co.id – Universitas Mercu Buana (UMB), hari ini menggelar Seminar dengan tema ASEAN Enabling 2025, A New Horizon For Persons With Disabilities, di Kampus UMB, Jakarta, Rabu (06/11/2019). Seminar yang digelar sebagai bentuk dukungan terhadap Association of South East Asia Nation (ASEAN) membentuk kebijakan yang disebut ASEAN Enabling Masterplan 2025. Negara-negara ASEAN menuntut realisasi inklusi-disabilitas melalui rencana nasional tentang aksi, peragaman pelayanan sosial, pengembangan skema jaminan sosial, peluang pendidikan, dan kesempatan kerja. ASEAN Enabling Masterplan 2025 juga sebagai upaya untuk melengkapi dan mewujudkan ASEAN Community Vision 2025 dalam mengarusutamakan hak orang dengan disabilitas, sebagai lintas ketiga pilar ASEAN Community.
Ketua Bidang Studi Public Relations UMB, Dr. Elly Yuliawati, MSi mengatakan, seminar tersebut juga sebagai bentuk dukungan kampanye terkait ASEAN Community Vision 2025. Pihaknya akan berupaya dan melakukan rencana aksi untuk menyadarkan masyarakat, untuk peduli terhadap hak-hak penyandang disabilitas.
“Bahwa pada 2025 disepakati Negara-Negara ASEAN harus sudah memenuhi hak-hak penyandang disabilitas. Sebagai PR kami merasa tergerak untuk berkontribusi dalam kampanye tersebut. Harus melakukan rencana aksi untuk menyadarkan seluruh masyarakat untuk peduli terhadap hak hak penyandang disabilitas. Sebagai akademisi, kami ingin agar kepedulian terhadap disabilitas, juga bisa dilakukan oleh kalangan dosen dan mahasiswa, melalui upaya edukasi” tegas Elly Yuliawati, di Jakarta, Rabu (06/11/2019).
Menurutnya, seminar tersebut bekerjasama dengan komunitas tuli, yaitu Kopituli. Pemilik kedai kopi ini penyadang disabilitas tuli, yaitu Putri, Andhika dan Erwin. Mereka memberikan motivasi kepada para mahasiswa, untuk bisa mandiri. Elly menjelaskan, kendala komunikasi dialami Putri saat tes wawancara di perusahaan. Ia mengaku meskipun dalam undang-undang, BUMN wajib menerima 2 persen dan swasta 1 persen bagai karyawan berstatus disabilitas, namun kenyataan berkata lain.
“Ownernya adalah 3 orang tuli. Putri, Andika dan Erwin. Mereka mengalami penolakan ketika ingin melamar ke perusahaan. Meskipun UU kita BUMN wajib menerima 2 pwersen di perusahannya, swasta 1 persen. Tetapi pada kenyataannya tidak semudah itu. Putri sampai mengirimkan 500 lamaran, namun terkendala saat wawancara. Kendala komunikasi,” tambahnya.
Elly mengatakan, hak yang harus dipenuhi bagi disabilitas adalah hak mendapatkan kesejahteraan ekonomi dan kesempatan komunikasi. Mereka, katanya, ikut berkontribusi memberikan penyadaran bagi mahasiswa, sekaligus workshop untuk memberikan motivasi bagi penyandang tuli, agar bisa lebih mandiri dan tidak tergantung kepada perusahaan.
“Mengajak mereka membuka usaha sendiri,” ujarnya.
Menurut Elly, keterbatasan seseorang dalam berkomunikasi bisa disebabkan oleh banyak hal, khususnya yang dialami oleh seseorang yang terlahir dengan keadaan terbatas atau disebut sebagai difabel. Difabel tersebut membuat aktivitas seseorang menjadi terbatas dan menimbulkan ketergantungan pada pada orang lain, yang disebabkan oleh ketidakmandirian fisik maupun finansial. Dan dampak tersebut yang seringkali menjadikan seseorang gagal dalam mencapai kesejahteraan ekonomi seperti orang-orang normal pada umumnya.
“Dalam memperoleh pekerjaan misalnya, tingkat pengangguran yang terus bertambah seiring dengan semakin meningkatnya standar kualifikasi yang disyaratkan oleh pemberi kerja, sehingga para pencari kerja harus meningkatkan kemampuan dan keahlian pada bidang kerja yang diminati. Dan seringkali, para penyandang difabel sulit berbaur dengan lingkungan karena merasa inferior dengan keterbatasan mereka. Sikap tidak percaya diri dan ketterbatasan fisik membuat para penyandang difabel merasa akan semakin sulit untuk memperoleh pekerjaan untuk memenuhi kemandirian financial,” tambahnya.
Pihaknya juga tergerak untuk berkontribusi dalam mengurai permasalahan yang mereka hadapi melalui seminar motivasi yang berjudul “Self Confidence & Entrepreneurship Skills”. Seminar ini ditujukan kepada audience komunitas tuli untuk membangun awareness tentang pentingnya memahami dan menerapkan self confidence dan sikap kewirausahaan, yang diharapkan dengan pemahaman tersebut dapat membangun minat untuk berwirausaha.
Sebagai pembicara dalam seminar ASEAN Enabling 2025, A New Horizon For Persons With Disabilities, diantaranya, Ketua Umum Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Gufroni Sakaril, M.Si, Dekan for College of Art and Sciences Tarlac State University, Philippines Dr. Ma.Theresa B. Nardo, Wakil Dekan Fakultas llmu Komunikasi Universitas Mercu Buana (UMB) Dr. A. Rahman, dan Ketua Prodi llmu Komunikasi UMB, Dr. Farid Hamid.