UU Kementerian Negara Diharapkan Segera Diamandemen
Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Agus Muharram bersama Deputi Akses Permodalan (BEKRAF) Fadjar Hutomo, Direktur Mikro BRI Mohammad Irfan dan Edy Wirawan dari Deloitte dalam diskusi panel pembiayaan dan kelembagaan dalam Rakernas Kadin di Jakarta, Senin (21/11/2016).

JAKARTA, Indotimes.co.id – Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Agus Muharram berharap Undang-Undang (UU) tentang Kementerian Negara segera diamandemen karena sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang.

“Dalam banyak kesempatan, saya selalu mendapat pertanyaan, seperti apa fungsi dari Kementerian Koperasi dan UKM? Kita ini ada di dalam kategori 3 dalam UU Kementerian Negara. Dimana tugas intinya hanya merumuskan kebijakan dan tidak mempunyai teknis operasional. Untuk itu, saya menyebutkan bahwa UU itu harus diamandeman,” kata Agus pada acara Rapat Kerja Nasional Kadin Indonesia Bidang UMKM, Koperasi dan Ekonomi Kreatif, di Jakarta, Senin (21/11/2016).

Menurut Agus, kementerian yang masuk kategori satu itu kementerian yang secara langsung disebut dalam UUD 1945. Seperti, Kemenlu, Kemendagri, Kemenkeu, Kemenkumham, dan Kementerian Agama. Sedangkan kementerian lainnya disebut secara tidak langsung di dalam UUD 1945.

“Nah, yang kategori tiga itu tidak disebut dalam UUD 1945. Padahal, koperasi disebut-sebut dalam UUD bahwa kekuatan ekonomi itu ada tiga, yaitu pemerintah, swasta, dan koperasi,” ujarnya.

Baca Juga:  UMB Dukung ASEAN Community Vision 2025 Bagi Peyandang Disabilitas

Dengan kondisi itu, lanjut Agus, jelas memiliki dampak bagi pengembangan dan pemberdayaan KUMKM di Indonesia. Kemenkop hanya memberikan izin usaha koperasi simpan pinjam, pendirian koperasi.

“Kalau ke sektor tidak ada. Misalnya, mau buka lahan pertanian, izinnya ke Kementan, mau buka hutan, izinnya ke Kemenhut. Bila ada koperasi yang ingin membuka sektor perdagangan, seharusnya izinnya ke Kemenkop, bukan ke Kemendag,” ujarnya.

Namun saat koperasi itu ingin membuka usaha peternakan, Kemenkop tidak bisa memberikan izin, karena harus melalui kementerian terkait. “Jadi, agar diketahui bahwa di Kemenkop tidak ada kebijakan teknis, hanya ada ijin mendirikan koperasi, pendirian dan pengawasan koperasi. Ini agar semua menyadari bahwa Kemenkop tidak memiliki kewenangan secara teknis,” kata Agus.

Oleh karena itu, Agus berharap tidak ada lagi kementerian yang masuk kategori tiga, karena semua kementerian sudah memiliki UU sendiri-sendiri.

Baca Juga:  PGTT Gelar Lomba HUT Kemerdekaan RI, Gandeng Arzeti Bilbina dan BKKBN, Edukasi Penurunan Stunting

“Kita ada UU Perkoperasian. Kementerian lain pun sudah memiliki UU seperti UU Olahraga, UU Perlindungan Perempuan dan Anak, dan sebagainya. Jadi, bagaimana jika tidak ada di teknis operasional. Karena seharusnya, selain membuat kebijakan juga melakukan teknis kegiatan, sedangkan saat ini kita hanya merumuskan kebijakan, contohnya KUR,” ujar dia.

Dalam kesempatan itu pula, Agus memaparkan ada tiga pendekatan dalam membangun koperasi dan UMKM. Pertama, social development (full subsidi). Kedua, social economic development (semi subsidi). Dan ketiga, economic development (no subsidi).

“Namun, kadang-kadang di dalam kita melaksanakan kebijakan, kita tidak mengenal social economic development ada di level mana diterapkan, dan dimana economic development diterapkan,” ungkap dia.

Misalnya, kredit usaha rakyat (KUR) yang semi subsidi dari sisi pemerintah, dimana mereka perlu pembiayaan perbankan tapi tidak bisa memenuhi syarat penjaminan.

Baca Juga:  Pembukaan dan Penutupan Asian Games 2018 Yang Akan Berlangsung di Jakarta

“Sedangkan jika kita melihat masyarakat UKM yang jumlah sekitar 57.9 juta, itu ada di tiga level tersebut. Yang social development itu yang betul-betul usaha mikro atau kita kenal dengan istilah gurem. Itu sudah banyak program pemberdayaan masyarakat untuk mereka dari banyak kementrian. itu sudah ada sejak dulu,” katanya. (chr)