BOGOR, Indotimes.co.id – Sejak awal kemerdekaan relasi tentang komitmen kebangsaan dan keagamaan selalu memantik polemik ihwal posisi agama dalam dalam arena politik kebangsaan, begitu sebaliknya. Pun saat pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) dan pasca Pemilu 2024, isu itu kembali dihembuskan oleh kelompok tertentu guna kepentingan politik dan memicu terjadinya polarisasi dan ketegangan di tengah masyarakat.

Pengamat Timur Tengah dan Terorisme, Muhammad Suaib Tahir, Lc, MA, Ph.D. mengatakan bahwa pasca pemilu banyak suara-suara yang seakan-akan tidak puas dengan hasil pemilu tersebut. Lebih miris karena banyak suara-suara yang mulai tidak mempercayai proses demokrasi di negeri ini.

“Yang lebih ironis lagi, ada pihak-pihak yang masih saja menggunakan isu alternatif sistem pemerintahan di Indonesia. Seperti misalkan khilafah yang dianggap akan menyelesaikan semua permasalahan,” ujar Suaib Tahir di Bogor, Rabu (8/5).

Baca Juga:  Komisi I DPR Nilai KUHP Baru Sejalan Tuntutan Perkembangan Zaman

Menurutnya, bangsa Indonesia yang sejak awak terdiri dari berbagai suku, ras dan agama ini memang rentan dengan berbagai masalah kebangsaan. Ia menilai, seharusnya kalau terjadi perselisihan di kalangan elit politik, semestinya masyarakat tidak perlu terpengaruh.

“Masalah terjadi ketika masyarakat kita yang ada dibawah menjadi ikut-ikutan. Kita jangan mudah terpengaruh dengan isu-isu lain yang berkembang. Apalagi yang dapat menggiring kita untuk bercerai-berai atau menggiring kita untuk saling memusuhi antara satu dengan yang lain. Tentunya yang rugi kita sendiri,” tutur Suaib.

Lebih lanjut, anggota Komisi Ukhuwah Islamiyah Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu menyampaikan bahwa pandangan-pandangan yang kadang menganggap bahwa Nation State itu sudah tidak layak lagi di negeri ini.

“Jawaban yang dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan di negara ini bukan sebuah sistem baru. Namun memperkuat persatuan dan kesatuan sesuai dengan konsep negara bangsa seperti yang dicetuskan oleh para founding fathers bangsa ini melalui ideologi atau falsafah bangsa yaitu Pancasila,” ucapnya.

Baca Juga:  Kasus Sengketa Tanah yang Menyeret Putri Zulkifli Hasan Masuki Sidang Mediasi

Dosen Pasca Sarjana di Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ) Jakarta itu mengungkapkan, Indonesia sudah memiliki falsafah bangsa yaitu Pancasila. Maka para generasi muda di negara ini harus menggali ulang hal tersebut karena Indonesia sejatinya memang bukan negara agama, namun ideologi Pancasila sudah mengandung nilai-nilai agama.

“Oleh karena itu jika ada pihak yang membenturkan agama dengan falsafah bangsa adalah hal yang keliru. Karena sesungguhnya falsafah negara dalam Pancasila semuanya terkandung nilai-nilai agama. Di mana ada ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah maupun keadilan. Yang mana itu semua adalah ajaran agama,” terang Direktur Damar Institute.

Dirinya menyebut bahwa sangat tidak relevan kalau masih ada pihak pihak yang suka membentur-menturkan antara agama dan kebangsaan. Karena agama itu sendiri mengakui kebangsaan dan agama mengajarkan agar saling mengenal serta saling mengerti antara satu dengan yang lain juga dapat bertakwa kepada Allah SWT.

Baca Juga:  Nanang Kurniawan: Peningkatan Kualitas Guru Harus Jadi Prioritas

‘Jadi konsep kebangsaan atau national state di Indonesia sesungguhnya tidak bertentangan dengan agama,” tandas Suaib Tahir.