JAKARTA, Indotimes.co.id – Piala AFF adalah gincunya. Pada November 2019 di Filipina, Shin Tae Yong berjanji Timnas Indonesia bakal menjuarai turnamen sekawanan Asia Tenggara tersebut. Di hadapan petinggi PSSI, seperti Mochamad Iriawan dan Ratu Tisha Destria (Sekjen PSSI saat itu), pria asal Korea Selatan ini menyampaikan janji manis prestasi dan program latihan meyakinkan. Label pelatih eks Piala Dunia membuat proposalnya makin keren.
Ini kontras dengan Luis Milla. Pelatih asal Spanyol tersebut enggan berjanji. Mantan pemain Real Madrid ini hanya memastikan bakal bekerja keras untuk menggapai gelar yang belum diraih negeri berpulau-pulau ini.
Meski demikian, banyak pengamat mengakui filosofi permainan tim Merah Putih mulai berubah di tangan Milla. Para pemain mulai berani membangun inisiatif serangan dari bawah.
Karena janji Shin lebih manis, Milla disingkirkan. PSSI lantas memberi kontrak empat tahun atau hingga 2024 kepada Shin. Ini sejarah baru PSSI mengontrak pelatih dengan durasi panjang. Biasanya hanya setahun hingga dua tahun.
Shin memulai debut kepelatihannya dalam pemusatan latihan pada Februari 2020. Selama dua pekan latihan, Shin menggembleng fisik pemain dengan keras. Pada akhir masa latihan, Timnas Indonesia dibantai Persita dengan skor 1-4. Setelah itu pelatih 50 tahun ini lebih dominan menangani Timnas U-19 untuk Piala Dunia U-19 2020. Pertama membawa pemain pemusatan latihan di Chiang May, Thailand, lantas ke Kroasia. Eh, Piala Dunia U-19 2020 malah dibatalkan.
Banyak Friksi
Antara masa tapabrata di Thailand dan Kroasia itu terjadi dua peristiwa menggegerkan. Pertama Shin enggan bekerja sama lagi dengan Indra Sjafri sebagai asisten atas dalih profesionalisme. Kini Indra telah menjadi Direktur Teknik PSSI.
Kedua, Shin berkonfrontasi secara terbuka dengan PSSI. Lewat media massa Korea Selatan Shin menyerang PSSI: tidak mendukung programnya. Ia ingin Timnas U-19 berlatih di Korea Selatan, tetapi PSSI tak bisa memenuhi. “Jika saya membuat program untuk timnas dan pemain, tolong disambut kerja sama. Seorang pelatih bukan pesulap, tetapi ada proses,” kata Shin.
“Apapun yang diminta Shin [Tae Yong] akan saya kasih.” Ucapan Iriawan saat memperkenalkan Shin pada 28 Desember 2019 ini diungkit kembali. Shin tak puas karena program demi programnya terus dikoreksi dengan dalih pandemi Covid-19.
Friksi pun berlanjut. Setelah dengan Indra dan Iriawan, Shin berseberangan dengan para asistennya. Pertama dengan Gong Oh Kyun pada akhir 2020. Lantas Kim Hae Won, Lee Jae Hong, dan Kim Woo Jae juga mundur pada Agustus 2021.
Racikan Shin pun tak benar-benar ampuh. Dalam tiga pertandingan tersisa Pra Piala Dunia 2022, Indonesia menelan dua kekalahan dan sekali imbang. Sebelum itu, Timnas Indonesia juga takluk dua kali dalam dua pertandingan uji coba di Uni Emirat Arab.
Alibi Shin Tae Yong, wajar Timnas Indonesia kalah karena pemain tak tampil dalam kompetisi selama masa pandemi. Ketiadaan atmosfer pertandingan membuat kebugaran pemain tidak optimal dan sentuhan pemain jauh dari ideal. Jika mengacu data yang disajikan Lapangan Bola Stats, dalam tiga laga Pra Piala Dunia 2022 itu rata-rata penguasaan bola Evan Dimas dan kawan-kawan tak sampai 40 persen. Umpan terukur yang dilepas pun hanya di rata-rata angka 70 persen.
Strategi yang diterapkan Shin juga tak istimewa. Bola panjang atau umpan lambung masih dominan. Padahal hal seperti ini tak diterapkan Korea Selatan asuhan Shin di Piala Dunia 2018, salah satunya saat mengalahkan Jerman.
Selama mudik itu Shin membuat heboh. Ia diberitakan bakal menjadi komentator pertandingan sepak bola Olimpiade Tokyo 2020 (2021). Setelah ramai, Shin membantah. Ia mengklarifikasi kepada PSSI bahwa itu hanya disinformasi.
Kini Shin sudah kembali ke Indonesia. Ia dan dua asistennya, Choi in Cheol dan Kim Jong Jin, tiba di Bandara Internasional Soekarno Hatta pada Rabu (18/8) malam. Ia pun harus menjalani isolasi mandiri protokol kesehatan Covid-19.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PSSI Yunus Nusi mengatakan, rapat mengenai program Timnas Indonesia akan segera dilakukan. Karena terpisah ruang, rapat tersebut akan dilakukan secara virtual, agar setelah Shin selesai isolasi program langsung dijalankan. “Nanti akan meeting virtual dengan Departemen Teknik tentang TC Timnas Indonesia. Tunggu setelah meeting dengan Dirtek baru dijadwalkan pemanggilan pemain,” kata Yunus.
Pada 2021 ini, setidaknya ada tiga program yang harus diemban Shin. Pertama pertandingan play-off Piala Asia 2023 melawan Taiwan, kedua laga kualifikasi Piala Asia U-23 2022, dan ketiga Piala AFF 2020.
Ketiga program itu sama pentingnya. Shin harus bisa membawa Indonesia lolos ke fase kualifikasi Piala Asia 2023 dan membuat Timnas U-23 dapat tiket tampil di Piala Asia U-23 2022, serta juara Piala AFF seperti ia janjikan pada 2019.
Akankah hal tersebut jadi kenyataan? Meminjam bahasa seni lukis, sapuan Shin di kanvas Timnas Indonesia tampak surealis. Guratan yang dibuat mantan pemain terbaik Liga Korea 1995 dan 2001 ini belum membentuk pola yang nyata.
Salvador Dali, tokoh gerakan surealis yang dikenal lewat karya fenomenal ‘The Persistence of Memory’ menyebut kecerdasan tanpa ambisi bagaikan burung tak bersayap. Lantas, seberapa besar ambisi Shin mengepakkan sayap Garuda? Bagaimanapun surealisme juga menawarkan keindahan dan menjanjikan harga yang tinggi. Shin bisa saja membawa pola atau filosofi itu di Timnas Indonesia. Harus diakui bahwa batas ambisi dan intelegensi hanya terpisah etos kerja.