Mantan Atlet Nasional Prihatin Lihat Kondisi Tenis Meja Indonesia

JAKARTA, Indotimes.co.id – Dua mantan atlet putri tenis meja nasional mengaku prihatin melihat kondisi olahraga tenis meja yang semakin terkubur. Mereka juga mengakui dualisme kepengurusan organisasi tenis meja yang tak berujung sampai saat ini, menjadi salah satu penyebab tenggelamnya prestasi tenis meja Indonesia.

Rossy Syechabubakar maupun Ling Ling Agustin mengaku prihatin melihat kondisi tenis meja Indonesia yang semakin terpuruk. Bahkan, keduanya miris melihat cabang tenis meja yang pernah menyapu 7 medali emas yang diperebutkan pada SEA Games Singapura 1993 itu sudah tidak masuk dalam daftar Kontingen Indonesia pada SEA Games Philipina 2019.

“Bukan hanya saya tetapi siapa pun atlet tenis meja nasional pasti prihatin dengan kondisi tenis meja yang sudah semakin terpuruk dengan adanya dualisme kepengurusan tenis meja Indonesia. Dan, kami sebagai insan tenis meja juga pasti sedih dan menangis melihat Kontingen Indonesia tanpa kehadiran atlet tenis meja saat tampil pada SEA Games Philipina 2019,” kata Rossy peraih 13 medali emas SEA Games. di Jakarta, Rabu (21/10).

Baca Juga:  PB IPSI Otimis Pencak Silat Dipertandingkan Pada SEA Games Filipina

Dampak dualisme itu, kata Rossy, bukan hanya membuat atlet terombang-ambing tetapi juga membunuh karir mereka untuk membawa harum nama bangsa dan negara. “Posisi atlet sekarang itu serba salah. Kalau mereka ikut kubu yang satu maka dicurigai kubu lain sebagai pendukung. Begitu juga sebaliknya. Tolonglah jangan terus korbankan atlet yang tak berdosa. Mereka kan juga ingin seperti saya dan teman-teman menggunakan kaos dan jaket berlambang Garuda dan Merah Putih serta berada di dalam Kontingen Indonesia,” kata Rossy.

Hal senada diungkapkan Ling Ling Agustin, yang dihubungi di tempat terpisah. “Saya benar-benar prihatin dengan kondisi olahraga tenis meja Indonesia. Dan, saya pun sedih melihat atlet tenis meja tidak memperkuat Kontingen Indonesia pada SEA Games Philipina 2019,” kata peraih 5 medali emas SEA Games ini.

“Saya tidak mau mempermasalahkan siapa yang salah dalam hal terjadinya dualisme ini. Yang saya dan teman-teman inginkan tenis meja kembali seperti dulu. Buanglah ego masing-masing untuk bersatu demi kejayaan tenis meja Indonesia ke depan,” imbuhnya.

Baca Juga:  Trio Skrikandi Indonesia Optimis Tembus Final

“Saya sudah capek kalau bicara tenis meja. Harapan saya juga sama dengan Rossy yang ingin tenis meja kembali bersatu,” timpal Ling Ling yang tetap aktif membina atlet tenis meja di klub miliknya, Cahaya Nusantara Jakarta.
“Marilah kita ke depankan kepentingan atlet demi kejayaan tenis meja Indonesia. Sebagai pengurus yang mengaku pecinta tenis meja kan harus memahaminya, ” tambah Ling Ling.

Sebagai informasi, karir Rossy saat menjadi atlet nasional cukup bersinar. Dia mengoleksi 13 medali emas dari mulai SEA Games Jakarta 1987 hingga SEA Games 1993.

Sementara itu, Ling Ling Agustin sendiri tercatat sebagai penyumbang 5 medali emas pada SEA Games Jakarta 1987 hingga SEA Games Singapura 1993.

Rossy dan Ling Ling berharap masalah dualisme ini bisa terselesaikan. Dan, keduanya berharap Menpora Zainudin Amali dan Ketua Umum KONI Pusat, Marciano Norman turun tangan dalam menghentikannya.

“Saya sih sangat berharap akhir tahun 2020 ini sudah selesai masalah dualisme. Dan, saya sangat berharap pak Zainudin Amali dan pak Marciano mau memfasilitasi,” tandasnya.

Baca Juga:  Pengprov PBSI Sumut Harus Gelar Musprovlub

Sebelumnya mantan Sekjen PB PTMSI pimpinan Lukman Edy, Robert Hermawan juga meminta semua pihak membuang ego untuk kepentingan tenis meja Indonesia ke depan. “Ayolah kita bicara tenis meja. Marilah bersatu untuk mengedepankan kepentingan atlet tenis meja. Jangan biarkan olahraga tenis meja semakin terpuruk,” kata Robert yang juga berharap Menpora dan KONI Pusat ikut turun tangan menyelesaikan dualisme organisasi tenis meja.

Harus diakui dualisme kepengurusan membuat kehancuran cabnag olahraga yang sempat membanggakan Indonesia diajang pesta olahrag se-Asia Tenggara tersebut. Tak terasa memang dualisme organisasi tenis meja sudah berlangsung kurang lebih 10 tahun setelah Datok Sri Tahir yang ingin memimpin untuk tiga periode PB PTMSI mendapat perlawanan pada tahun 2011.

Kini, tenis meja diawaki dua nakhoda yakni Pengurus Besar Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PB PTMSI) dipimpin Pieter Layardi dan Pengurus Pusat Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PP PTMSI) pimpinan Oegroseno.