Siwo PWI Pusat Gelar Seminar Olahraga Nasional "Menjaga Tradisi Medali Emas Olimpiade"

JAKARTA, Indotimes.co.id – Gelaran Olimpiade Paris 2024 sudah di depan mata, memantik perhatian dari seluruh pihak, tak terkecuali Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Bersamaan dengan gelaran Rapat Kerja Nasional PWI Pusat 2024 yang digelar di Candi Bentar Hall, Putri Duyung Resort, Ancol, Jakarta Utara, Sabtu 17 Februari, Seksi Olahraga Wartawan Indonesia (SIWO) Pusat menggelar agenda diskusi bertajuk “Seminar Olahraga Menjaga Tradisi Emas Olimpiade” dalam rangka Hari Pers Nasional 2024 bekerja sama dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).

“Kami sebagai wartawan olahraga bertanggung jawab untuk menggelorakan bangsa. Menuju Olimpiade kita menggelorakan, kita beri berita baik, kita bicara mengenai harapan, apa yang kita bisa beri melalui olahraga,” kata Ketua Umum PWI Pusat, Hendry Ch Bangun.

Agenda ini turut menghadirkan sejumlah petinggi dari organisasi olahraga Tanah Air, mulai dari Staf Ahli Bidang Inovasi Kepemudaan dan Keolahragaan Kemenpora Yohan, Staf Ahli KONI Pusat Raja Parlindungan Pane, Komite Eksekutif NOC Indonesia (KOI) Wisnu Wardhana, Sekretaris Jenderal PP PBSI Komjen Pol Mohammad Fadil Imran, dan Kepala Bidang Luar Negeri FPTI Hendricus Mutter.

“Seminar ini digelar dalam rangka mengawal tradisi emas Indonesia di Olimpiade Paris 2024. Semoga seminar ini berjalan lancar dan bisa memberi hasil yang baik bagi perkembangan olahraga Indonesia,” kata Ketua SIWO PWI Pusat, Agus Susanto.

Berkaitan dengan Olimpiade, “Seminar Olahraga Menjaga Tradisi Emas Olimpiade” ini menghadirkan dua pembicara, yakni Fadil Imran selaku Sekjen PP PBSI dan Hendricus Mutter sebagai Kabid Luar Negeri FPTI.

Dalam paparannya, Fadil mengatakan PP PBSI saat ini tengah berusaha keras untuk membangkitkan prestasi bulutangkis Indonesia di tengah keterpurukan. Salah satu caranya dengan memaksimalkan peran teknologi melalui sport science.

“Inovasi teknologi berbasis sains dan optimalisasi teknologi data, teruji membawa prestasi bagi olahragawan dunia. Kuncinya adalah sport science, ini adalah sesuatu yg tak mungkin kita tak manfaatkan di Indonesia di samping manajemen olahraga yg baik,” ujar Fadil.

Jenderal Bintang Tiga ini mengatakan bahwa PBSI sangat serius menerapkan program ini sampai melakukan kerja sama dengan beberapa perguruan tinggi di Indonesia untuk mengembangkan sport science.

Bahkan, Fadil menyebut PBSI tak hanya sekadar fokus di bagian itu saja. Mereka juga menerapkan psikologi olahraga, fisioterapi, serta sangat memperhatikan kondisi nutrisi dan medis para atletnya.

Hal itu dilakukan lantaran jadwal turnamen BWF yang sangat padat. Apalagi, Indonesia saat ini juga harus memenuhi target poin yang dibutuhkan untuk bisa menembus Olimpiade Paris 2024.

“Sekarang kami betul-betul menghitung atlet mana saja yang akan ikut di Road to Olympics. Kayak Apriyani/Fadia, gak mungkin kami sertakan mereka di enam turnamen tersisa. Sebab itu ada prioritas, mungkin French Open dan All England,” ucap Fadil.

“Kalau Anthony Ginting dan Jonatan sudah aman. Oleh karena itu, perlakuan kepada Jojo dan Ginting akan berbeda dengan ganda. Peak performance mereka diharapkan akan tiba di Juni besok,” jelasnya.

Tentu, segala perhitungan yang sudah dilakukan PBSI diharapkan bisa mengantarkan mereka meneruskan tradisi medali emas yang sudah berjalan sejak 1992. Meski, Fadil tak bisa menjanjikan apakah bulutangkis bisa menyumbangkan medali emas pada Olimpiade 2024 mendatang.

“Jadi, soal berapa medali yang diperoleh, saya tak bisa memberikan secara kuantitatif. Tapi, sebagai Ketua Tim Ad Hoc yang dipercaya mengemban tugas agar tradisi emas tetap berjalan, saya akan berbuat semaksimal mungkin,” kata Fadil.

“Masih ada potensi di ganda putra, tunggal putra, tunggal putri, ganda putri, sepanjang mindset tetap terjaga kita yakin ada peluang dari empat sektor itu,” tutur, mantan Kapolda Metro Jaya itu.

Maka itu, demi menjaga prestasi bulutangkis di masa depan, Fadil menekankan pentingnya pembinaan dengan cara Tailor Made Program. Tujuannya, agar para atlet mendapatkan treatment yang sesuai dengan dirinya masing-masing sehingga bisa mengeluarkan potensi maksimal.

Fadil juga menyatakan bahwa ke depannya pemilihan atlet pelatnas tak hanya dilihat dari hasil Seleknas atau Kejurnas saja melainkan juga dari hasil psikotes.

“Intinya, kami melakukan ikhtiar dengan maksimal melalui inovasi, pendekatan scientific, dan tailor made program. Semua dilakukan demi kejayaan Indonesia,” kata Fadil.

Berbeda dengan Fadil, Kabid Luar Negeri FPTI, Hendricus Mutter, berbicara dengan optimis bahwa panjat tebing bisa menyumbangkan medali emas pada Olimpiade Paris 2024.

Semua itu dilihat berdasarkan hasil dari sejumlah pertandingan yang telah dilalui di mana atlet Indonesia selalu mendapatkan hasil yang baik dan bahkan memecahkan rekor.

“Target kami meraih dua medali emas di Olimpiade Paris 2024. Untuk atlet kami sudah ada dua yang lolos, yaitu Desak Made Rita Kusuma Dewi dan Rahmad Adi Mulyono,” ujar Hendricus.

“Ke depan masih ada pertandingan untuk seleksi nomor speed dan kami berharap bisa menambah lagi satu putra dan satu putri. Kesempatan itu masih terbuka dan semoga terwujud dalam pertandingan di Shanghai dan Budapest,” tambahnya.

Optimisme yang dituturkan Hendricus agaknya tak berlebihan. Sebab, Indonesia memang unggul di nomor speed.

Sebuah keuntungan juga bagi Indonesia di mana panjat tebing nomor speed baru dipertandingkan di Olimpiade pada 2024 ini. Sehingga, Indonesia bisa mengandalkan cabang olahraga lain untuk membawa pulang medali emas di luar bulutangkis.

Meski begitu, Hendricus menyatakan FPTI tak melakukan persiapan khusus. Hanya ada sedikit perubahan model latihan lantaran ada beberapa gerakan baru yang sedang dilatih dan sudah berjalan sejak November 2023 lalu.

Mereka juga memanfaatkan sport science untuk mendapatkan hasil terbaik meski pemanfaatannya belum maksimal. Justru, FPTI lebih menekankan pada psikologi atlet untuk meredam emosi yang terlalu menggebu-gebu sebelum bertanding agar tak melakukan kesalahan yang berpotensi merugikan sang atlet tersebut.

“Psikologi di sini untuk melatih agar lebih tenang dan tak terlalu menggebu-gebu karena sangat ingin menang. Dalam latihan sudah oke sebenarnya, tapi dalam pertandingan terkadang ada beberapa hal yang di luar dugaan dan itu yang coba kami minimalisir,” ungkap Hendricus.

“Sedangkan, untuk pemanfaatan sport science khusus nomor speed di beberapa negara mereka sudah menghitung gerakannya. Jadi, gerakannya cuma boleh sekian dan itu difilm-kan dan harus dilakukan sama tanpa kepeleset dan perubahan. Jadi, gerakan speed itu sudah tertentu. Sport science kami gunakan terhadap gerakan dan harus diikuti gerakan yang benar dan efisien,” tandasnya.